Wednesday, July 18, 2007

Sebagian dari Terjemahan Kitab Kunh Maa Laa Budda Minhu Li Al-Murid

Karya Syekh Al Muhyiddin Ibn 'Arabi
Bagian "Mencari Keselamatan"

Dunia ini adalah tempat persiapan. Di dalamnya kita diberi banyak pelajaran dan melewati banyak ujian. Pilihlah sedikit atas yang banyak. Puaslah dengan apa yang kamu miliki, sekalipun itu lebih sedikit dari apa yang dimiliki orang lain. Sebetulnya, lebih baik memiliki sedikit.

Dunia ini tidaklah buruk, sebaliknya ia merupakan ladang akhirat. Apa yang kamu tanam disini akan kamu panen di sana. Dunia ini jalan menuju berkah yang abadi dan karena itu ia baik, layak didampa dan dipuji. Yang buruk adalah memperlakukan dunia sehingga kamu menjadi buta pada kebenaran dan dikuasai sepenuhnya oleh hasrat, keinginan dan ambisimu kepadanya. Nabi SAW sang sumber kearifan, pernah ditanya, "Apakah keduniawian itu ? " Dia menjawab, "Apa pun yang membuatmu lengah dan menyebabkanmu lupa kepada Tuhanmu."

Karena itu, benda-benda dunia itu sendiri tidaklah berbahaya. Ia berbahaya hanya ketika kamu biarkan ia membuatmu lupa, tidak taat, dan tidak sadar pada Tuhan yang menyediakan benda-benda dunia ini kepadamu. Perasaan, hubungan, dan kesukaanmu terhadap dunia yang melampaui Sang Maha Esa yang telah memberikan dunia itu kepadamu, membuatmu tidak acuh dan menyebabkanmu menghancurkan hubunganmu dengan kebenaran ilahiah.

Rasulullah SAW bersabda,"Siapapun yang lebih menyukai dunia daripada akhirat menanggung derita tiga hal : beban tak tertahankan yang tidak pernah diringankan, keadaan miskin yang tidak pernah menjadi lebih kaya, dan ambisi, rasa lapar, yang tidak pernah terpuaskan."

Karena itu orang yang mengharapkan dunia ini semata terikat untuk menanggung pelbagai kepedihan dan kesulitannya, berusaha memecahkan masalah-masalahny aoleh dirinya sendiri, tergantung sepenuhnya kepadanya bagaikan seorang pengemis, berusaha memperoleh berbagai kebutuhan jasmaniah dan hawa nafsu darinya. Jasmani itu, hawa nafsu yang memiliki selera tanpa kenal kenyang dan ambisi tanpa ujung itu, senantiasa kurang, selalu lapar, tak pernah terpuaskan. Itulah balasan dunia bagi mereka yang menjadikan dunia sebagai tuhannya, yang melupakan Tuhan semesta alam.

Ini tidak berarti bahwa kamu harus menghindari dunia, tidak melakukan kewajiban-kewajibanmu di dalamnya atau berpartisipasi dalam urusan-urusannya, dengan menyendiri ke sebuah sudut, tidak membuat usaha apapun, tidak melakukan pekerjaan sama sekali. Rasulullah SAW bersabda,"Allah senang melihat orang beriman bekerja menurut profesinya," "Allah betul-betul menyukai orang-orang yang memiliki keahlian," "Orang yang berusaha memenuhi kebutuhannya secara halal dicintai Allah."
Ucapan-ucapan ini berarti bahwa kasih sayang Allah meliputi semua orang yang bekerja keras dalam suatu keahlian atau urusan di dunia ini. Karena alasan inilah semua nabi bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Diriwayatkan bahwa Umar r.a. pada suatu hari bertemu sekelompok orang yang duduk-duduk berkerumun, berleha-leha, dan tidak melakukan apa-apa. Dia menanyai mereka, siapa mereka sebenarnya. "Kami adalah orang yang menyerahkan segala urusannya di kedua tangan Allah, dan kami beriman kepadaNya," jawab mereka.
"Sungguh, kamu tidak demikian !," bentak Umar marah. "Kamu hanyalah beban bagi orang lain, parasit di atas usaha-usaha orang lain! karena, orang yang betul-betul beriman kepada Allah pertama-tama menanam benih di perut bumi ini, kemudian berharap, memperkirakan dan menyerahkan urusan-urusannya di tangan Sang Maha Pemberi rejeki !."

Sebagian mutakalim sejati cenderung menyatakan kerja, dalam berbagai profesi, keahlian dan bisnis yang halal menurut syariat, sebagai syarat iman. Mereka menyatakan bahwa keyakinan iman ditentukan oleh pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama, dan salah satunya adalah kerja. Mereka mendasarkan kesimpulan ini pada ayat :
"Dan ketika shalat selesai, saat itu kamu semua bisa menyebar di seluruh bumi, dan mencari keutamaan Allah, dan banyaklah berzikir kepada Allah agar kamu berhasil" [QS Jum'ah [62] : 10].
Jadi, meninggalkan keduniawian dan dunia bukan berarti tidak melakukan kewajiban-kewajibanmu di dalamnya.

Barangkali apa yang dimaksud dengan menjadi duniawi adalah menyerahkan dirimu semata-mata untuk mengumpulkan keuntungan-keuntungan dunia. Pribadi duniawi sama dengan apa yang telah dia kumpulkan dan bangga atasnya. Dengan penuh ambisi, dia mencurahkan dirinya untuk menumpuk barang-barang dunia ini tanpa sedikitpun mempertimbangkan apakah halal atau haram, haknya atau hak orang lain. Lebih buruk lagi, tidak melihat kesalahan apapun dalam semua ini, berpikir bahwa ia merupakan jalan yang benar, satu-satunya jalan.

Ketika cinta dunia memenuhi seluruh hatimu, ia tidak menyisakan ruang sama sekali untuk mengingat Allah. Dengan melupakan akhirat, kamu lebih menyukai dunia fana ini.

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License



1 comment:

Anonymous said...

Keep up the good work.