Monday, July 30, 2007

Ajaran Shalat

Suluk Wujil bait 12-13
oleh Kanjeng Sunan Bonang




Utamaning sarira puniki
Angawruhana jatining shalat
Sembah lawan pamujine
Jatining shalat iku
Dudu ngisa tuwin magerib
Sembahyang araneka
Wenange punika
Lamun arana shalat
Pun minangka kekembanging shalat dhaim
Ingaran tata krama
Endi ingaran sembah sejati
Aja nembah yen tan katingalan
Temahe kasor kulane
Yen sira nora weruh
Kang sinembah ing donya iki
Kadi anulup kaga
Punglune den sawur
Manuke mangsa kenaa
Awekasa amangeran adan sarpin
Sembahe sia-sia


Unggulnya diri itu
Mengetahui hakikat shalat
Sembah dan pujian
Shalat yang sebenarnya itu
Bukan mengerjakan shalat Isya' dan Magrib
Itu namanya sembahyang
Apabila itu disebut shalat
Maka hanyalah hiasan dari shalat dhaim
Hanyalah tata krama
Manakahyang disebut shalat yang sesungguhnya itu ?
Janganlah menyembah
Jikalau tak mengetahui siapa yang disembah
Akibatnya dikalahkan oleh martabat hidupmu
Jika di dunia ini
Engkau tidak mengetahui siapa yang disembah
Maka engkau seperti menyumpit burung
Pelurunya hanya disebarkan
Tapi burungnya tak ada yang terkena tembakan
Akibatnya cuma menyembah ketiadaan
Suatu sesembahan yang sia-sia


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License

Sunday, July 29, 2007




Don’t let someone become a priority in your life
When you are just an option in their life
Relationship best work when they are balanced.

Thursday, July 19, 2007

Nuansa Tanpa Nama

oleh FK Yuwono




Bila sejati diri merasa
Ada rasa cinta tanpa nama
Ada rasa sayang tanpa nama
Ada rasa memiliki lebih dari lazimnya
Gemuruh rindu tanpa tepi
Bergulung-gulung di dalam diri
Tak berpendar ke luar diri
Pertemuan antara sejati diri
Jumpa tanpa kenal sebelumnya
Dalam mahabbahNya tak berbilang
TanganNya bekerja


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License

Wednesday, July 18, 2007

Sebagian dari Terjemahan Kitab Kunh Maa Laa Budda Minhu Li Al-Murid

Karya Syekh Al Muhyiddin Ibn 'Arabi
Bagian "Mencari Keselamatan"

Dunia ini adalah tempat persiapan. Di dalamnya kita diberi banyak pelajaran dan melewati banyak ujian. Pilihlah sedikit atas yang banyak. Puaslah dengan apa yang kamu miliki, sekalipun itu lebih sedikit dari apa yang dimiliki orang lain. Sebetulnya, lebih baik memiliki sedikit.

Dunia ini tidaklah buruk, sebaliknya ia merupakan ladang akhirat. Apa yang kamu tanam disini akan kamu panen di sana. Dunia ini jalan menuju berkah yang abadi dan karena itu ia baik, layak didampa dan dipuji. Yang buruk adalah memperlakukan dunia sehingga kamu menjadi buta pada kebenaran dan dikuasai sepenuhnya oleh hasrat, keinginan dan ambisimu kepadanya. Nabi SAW sang sumber kearifan, pernah ditanya, "Apakah keduniawian itu ? " Dia menjawab, "Apa pun yang membuatmu lengah dan menyebabkanmu lupa kepada Tuhanmu."

Karena itu, benda-benda dunia itu sendiri tidaklah berbahaya. Ia berbahaya hanya ketika kamu biarkan ia membuatmu lupa, tidak taat, dan tidak sadar pada Tuhan yang menyediakan benda-benda dunia ini kepadamu. Perasaan, hubungan, dan kesukaanmu terhadap dunia yang melampaui Sang Maha Esa yang telah memberikan dunia itu kepadamu, membuatmu tidak acuh dan menyebabkanmu menghancurkan hubunganmu dengan kebenaran ilahiah.

Rasulullah SAW bersabda,"Siapapun yang lebih menyukai dunia daripada akhirat menanggung derita tiga hal : beban tak tertahankan yang tidak pernah diringankan, keadaan miskin yang tidak pernah menjadi lebih kaya, dan ambisi, rasa lapar, yang tidak pernah terpuaskan."

Karena itu orang yang mengharapkan dunia ini semata terikat untuk menanggung pelbagai kepedihan dan kesulitannya, berusaha memecahkan masalah-masalahny aoleh dirinya sendiri, tergantung sepenuhnya kepadanya bagaikan seorang pengemis, berusaha memperoleh berbagai kebutuhan jasmaniah dan hawa nafsu darinya. Jasmani itu, hawa nafsu yang memiliki selera tanpa kenal kenyang dan ambisi tanpa ujung itu, senantiasa kurang, selalu lapar, tak pernah terpuaskan. Itulah balasan dunia bagi mereka yang menjadikan dunia sebagai tuhannya, yang melupakan Tuhan semesta alam.

Ini tidak berarti bahwa kamu harus menghindari dunia, tidak melakukan kewajiban-kewajibanmu di dalamnya atau berpartisipasi dalam urusan-urusannya, dengan menyendiri ke sebuah sudut, tidak membuat usaha apapun, tidak melakukan pekerjaan sama sekali. Rasulullah SAW bersabda,"Allah senang melihat orang beriman bekerja menurut profesinya," "Allah betul-betul menyukai orang-orang yang memiliki keahlian," "Orang yang berusaha memenuhi kebutuhannya secara halal dicintai Allah."
Ucapan-ucapan ini berarti bahwa kasih sayang Allah meliputi semua orang yang bekerja keras dalam suatu keahlian atau urusan di dunia ini. Karena alasan inilah semua nabi bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Diriwayatkan bahwa Umar r.a. pada suatu hari bertemu sekelompok orang yang duduk-duduk berkerumun, berleha-leha, dan tidak melakukan apa-apa. Dia menanyai mereka, siapa mereka sebenarnya. "Kami adalah orang yang menyerahkan segala urusannya di kedua tangan Allah, dan kami beriman kepadaNya," jawab mereka.
"Sungguh, kamu tidak demikian !," bentak Umar marah. "Kamu hanyalah beban bagi orang lain, parasit di atas usaha-usaha orang lain! karena, orang yang betul-betul beriman kepada Allah pertama-tama menanam benih di perut bumi ini, kemudian berharap, memperkirakan dan menyerahkan urusan-urusannya di tangan Sang Maha Pemberi rejeki !."

Sebagian mutakalim sejati cenderung menyatakan kerja, dalam berbagai profesi, keahlian dan bisnis yang halal menurut syariat, sebagai syarat iman. Mereka menyatakan bahwa keyakinan iman ditentukan oleh pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama, dan salah satunya adalah kerja. Mereka mendasarkan kesimpulan ini pada ayat :
"Dan ketika shalat selesai, saat itu kamu semua bisa menyebar di seluruh bumi, dan mencari keutamaan Allah, dan banyaklah berzikir kepada Allah agar kamu berhasil" [QS Jum'ah [62] : 10].
Jadi, meninggalkan keduniawian dan dunia bukan berarti tidak melakukan kewajiban-kewajibanmu di dalamnya.

Barangkali apa yang dimaksud dengan menjadi duniawi adalah menyerahkan dirimu semata-mata untuk mengumpulkan keuntungan-keuntungan dunia. Pribadi duniawi sama dengan apa yang telah dia kumpulkan dan bangga atasnya. Dengan penuh ambisi, dia mencurahkan dirinya untuk menumpuk barang-barang dunia ini tanpa sedikitpun mempertimbangkan apakah halal atau haram, haknya atau hak orang lain. Lebih buruk lagi, tidak melihat kesalahan apapun dalam semua ini, berpikir bahwa ia merupakan jalan yang benar, satu-satunya jalan.

Ketika cinta dunia memenuhi seluruh hatimu, ia tidak menyisakan ruang sama sekali untuk mengingat Allah. Dengan melupakan akhirat, kamu lebih menyukai dunia fana ini.

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License



Monday, July 16, 2007

Kalbu Diri

oleh FK Yuwono


Aku sibuk mencabuti bulu-bulu di kalbuku
Satu per satu bulu2 itu ku cabut dgn tekun
Berbagai rasa meruak
Perih pedih haru biru
Senang gembira merah merona
Terkadang menjerit bulu sulit ku tarik
Tak terhitung peluh terjatuh
Jejak lubang tertinggal tanpa pola
Luka meradang ku raih cahayaNya
PerkenanNya mengisi luka lubang bekas bulu kalbuku
Tak terkira Maha Pemurah DIA Memberiku
Semai-semai cahayaNya sempurna
Selubungi penuh ruang-ruang kalbu
Sisihkan keluar segala yg tersisa
Hingga tinggal cahayaNya
Pendar-pendar cahaya berlapis
Membakar habis kedirianku
Hingga tinggal DIA
Sang Maharaja Al Awal Al Akhir


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License



Sunday, July 15, 2007

Takwa Bersama Allah

oleh FK Yuwono


Ketahuilah bahwa sahabat yang tidak pernah meninggalkanmu saat di rumah, dalam perjalanan, sewaktu tidur, ketika terjaga, bahkan saat hidup dan matimu adalah Pemelihara, Pengatur, Pelindung dan Penciptamu. Selagi engkau mengingatNya, DIA adalah teman setiamu. Allah berfirman dalam hadist qudsi, “Aku adalah teman duduk orang yang berzikir mengingatKu.”

Setiap kali hatimu hancur karena merasa sedih atas kelalaian menjalankan hak agamamu, DIA Slalu Mendampingi dan Menyertaimu. Allah Berfirman, “ Aku bersama orang-orang yang hatinya hancur demi Aku.” Jika engkau mengenalNya dengan baik, pasti engkau akan menjadikanNya teman dan menepiskan manusia.

Semenjak aku mengenal Tuhan, aku tidak melihat selain DIA
Selain DIA tidak mendapat tempat di sisiku
Semenjak bersama, aku tidak takut lagi untuk berpisah
Sekarang aku telah sampai dan berkumpul
Jika engkau berpisah dengan sesuatu pasti ada gantinya
Tapi jika engkau berpisah dengan Allah
Engkau tidak akan pernah menemukan gantiNya


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License


Mengharap Pertemuan

FK Yuwono



Engkau Telah Menyiksaku, wahai Cinta
Sedang aku bukanlah lalim lagi zalim
KewajibanMu menjadikan pertemuan
Bukan perpisahan, wahai Penyiksa
Aku mengadu kepada Allah yang memiliki Kebesaran
Dan padaNyalah bersatu sesuatu yang terpisah
Kami mengharapkanNya secara rahasia dan terang-terangan
Maha Suci DIA, Maha Penyayang Tiada Tara


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License

Berteman & Bersahabat

Terjemah kitab Bidayatul Hidayah [Cahaya di atas Cahaya], bab tiga, karya Syekh Abu Hamid Muhammad Al Ghazali


Jika engkau menghadapi orang awam yang bodoh, maka tata krama yang harus engkau perhatikan adalah (1). tidak ikut nimbrung pembicaraan-pembicaraan mereka, (2). tidak banyak menyimak gosip-gosip mereka, (3). mengabaikan kebiasaan kotor ucapan mereka, (4). meminimalisir pertemuan dan keperluan terhadap mereka, dan (5). memberikan peringatan atas kesalahan mereka dengan lembut dan menasihatinya jika masih memungkinkan.

Sebab hati orang-orang awam gampang berubah-ubah. Jika memberi nasihat tidak bermanfaat, maka berpaling dari mereka lebih utama.

Sementara itu, jika bergaul dengan sahabat dan saudara, engkau mempunyai dua tugas.

Pertama, sebelum memilih teman engkau harus menentukan syarat-syarat persahabatan dan pertemanan terlebih dahulu. Engkau tidak boleh menjadi seseorang sebagai saudara, kecuali orang yang pantas untuk dijadikan saudara atau teman.
Rasulullah SAW bersabda, “seseorang tergantung pada agama kawannya. Lihatlah salah seorang dari engkau dengan siapa dia berteman.”

Kedua, menjaga hak-hak persahabatan. Selama tali persahabatanmu masih terikat, seberat apapun hubungan persahabatan dan aturannya, tetap saja engkau harus memenuhi hak-haknya sebagai konsekuensi dari persahabatan.

Jika engkau mencari teman agar menemanimu dalam belajar dan mendampingimu dalam menjalankan urusan agama dan keduniaanmu, maka dalam diri calon teman tersebut perhatikanlah 5 hal.

Pertama, AKALNYA.
Tidak baik berteman dengan orang bodoh, karena berteman dengannya walaupun lama engkau tidak akan mendapatkan kebaikan apapun. Sebaik-baik keadaannya tetap akan membahayakanmu, meski dia menginginkan kebaikan untukmu. Dalam hal ini lawan yang berakal lebih baik daripada kawan yang bodoh.

Ali r.a. mengatakan :
“Jangan berteman dengan saudara yang bodoh
Hati-hati dengan dirimu dan hati-hati terhadapnya
Tidak sedikit orang bodoh yang membinasakan orang bijaksana
Ketika dia menjadikannya sebagai saudara
Seorang itu diukur dengan orang lain tatkala dia berjalan bersama
Sebagaimana diukurnya sandal dengan sandal jika ia disandingkan
Sesuatu itu mempunyai kesamaan dan keserupaan dengan sesuatu yang lainnya
Dan setiap hati atas hati yang lain memiliki petunjuk kala ia bertemu”


Kedua, BERKELAKUAN BAIK.
Jangan berteman dengan orang yang berakhlak buruk, yang tidak mampu menguasai diri ketika marah dan ketika senang.
Menjelang ajalnya Al Qamah Al Araridi r.a. berwasiat kepada anak lelakinya. Dia berpesan, “wahai anakku, jika engkau ingin berteman dengan seseorang, carilah teman yang jika engkau melayaninya dia akan menjagamu; jika engkau menemaninya dia memperlakukanmu dengan baik; dan jika engkau kekurangan persediaan makanan dia menyediakannya. Bertemanlah dengan orang yang jika engkau berkata, dia akan mempercayai dan membenarkan ujaranmu; jika engkau mengusahakan suatu hal, dia menyokongmu dan membantumu, dan jika terjadi konflik antara kalian berdua, dia mengalah untukmu.”Ali r.a. berkata :
“Sesungguhnya saudara sejatimu adalah orang yang selalu ada di sampingmu
Yang rela membahayakan dirinya untuk kemashalatanmu
Serta orang yang merengkuhmu dalam pelukannya tatkala keraguan zaman telah memusingkanmu.”


Ketiga, KESHALEHAN.
Jangan berteman dengan orang fasik yang bergelimang maksiat. Orang yang takut kepada Allah tidak akan bergelimang kemaksiatan. Barang siapa tidak takut kepada Allah, pasti berbuat jahat dan tak berpendirian sesuai perubahan tempat dan waktu. Allah SWT berfirman kepada nabiNya pada QS Al Kahfi [17] : 28, “Dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”

Hati-hati berteman dengan orang fasik. Sebab menyaksikan kefasikan dan kemaksiatan secara terus-menerus akan menghilangkan kebencian dari hatimu terhadap perbuatan maksiat tersebut dan membuatmu menganggapnya enteng. Akibat hal ini, orang-orang akan mudah menggunjing. Jika mereka melihat seorang faqih mengenakan cincin emas atau pakaian sutera, niscaya mereka mencelanya habis-habisan. Padalah menggunjing lebih besar dosanya daripada mengenakan cincin emas dan sutera.

Keempat, TIDAK TAMAK DUNIA.
Berteman dengan orang yang berambisi pada keduniaan adalah racun yang mematikan. Sebab watak manusia tercipta untuk mengikuti dan menyama-nyamai, bahkan watak yang baik, tanpa disadari suka mencuri perangai dari watak yang buruk. Berteman dengan orang yang ambisius, akan membuatmu semakin ambisius juga, sementara berteman dalam satu majelis dengan orang yang zuhud akan menambah kezuhudanmu.

Kelima, JUJUR.
Jangan berteman dengan pendusta. Sebab engkau akan terjebak oleh tipuannya. Kebohongan itu bagaikan fatamorgana. Ia mendekatkan perkara yang jauh dan menjauhkan hal yang dekat.

Jangan berteman dengan ahli bid’ah, menemaninya merupakan marabahaya yang akan membuatmu mengerjakan perbuatan bid’ah.
Jangan berteman dengan orang kikir. Orang kikir akan memutuskan sesuatu yang paling engkau butuhkan.
Jangan berteman dengan penakut. Orang penakut akan menyusahkanmu dan meninggalkanmu dalam kesulitan.

Sifat-sifat buruk di atas dimiliki juga oleh para aktivis madrasah dan masjid. Karena kondisinya seperti itu. Engkau harus memilih dua opsi.
Pertama, Uzlah, yang pasti akan memberikan jaminan keselamatanmu dari dosa.
Kedua, bergaul dengan teman-temanmu apa adanya dengan terlebih dahulu berasumsi adanya tiga model persaudaraan, yaitu :
Pertama, saudara untuk akhirat. Untuk tujuan ini, yang engkau perhatikan dari calon temanmu adalah agamanya.
Kedua, saudara untuk keduniaan. Untuk tujuan ini, yang engkau perhatikan adalah kebaikan akhlaknya.
Ketiga, saudara untuk mendapatkan ketenangan hati. Untuk tujuan ini, yang harus engkau perhatikan adalah keselamatan dari kejahatan, fitnah dan kebusukannya.

Abu Dzar r.a. mengatakan, “menyendiri lebihi baik daripada teman-teman yang jahat. Teman yang baik lebih baik daripada menyendiri.”

Manusia yang engkau jadikan saudara ada tiga macam.
Pertama, mereka yang perumpamaannya seperti makanan yang selalu dibutuhkan.
Kedua, mereka yang pemisalannya seperti obat yang dibutuhkan pada waktu tertentu saja.
Ketiga, mereka yang pemisalannya seperti penyakit yang sama sekali tidak dibutuhkan, namun seringkali menimpa orang.
Jenis manusia terakhir ini tidak membawa manfaat apapun dalam persahabatan. Untuk terbebas darinya harus menghindarinya. Menyaksikan perbuatannya bisa memberikan manfaat besar dalam upaya menjauhi perbuatan buruk,, jika engkau diberi taufik oleh Allah untuk itu. Taufik adalah engkau menyaksikan keburukan keburukan keadaannya dan perbuatannya yang engkau anggap buruk, kemudian engkau menghindarinya.
Orang yang bahagia adalah orang yang mendapat nasihat dari keadaan orang lain, karena setiap orang mukmin adalah cermin bagi mukmin yang lainnya.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License

Keutamaan Bulan Rajab


Terjemah kitab Mukasyafat Al Qulub Al Muqarrib min ‘Allam Al ghuyub, bagian enam
Karya Syekh Abu Hamid Muhammad Al Ghazali


Salah satu bentukan kata rajab adalah kata tarjib yang berarti “pengagungan”. Rajab disebut pula sebagai “pencurahan”, karena Allah mencurahkan rahmatNya kepada orang-orang yang bertobat pada bulan Rajab dan mengalir cahaya-cahaya penerimaan atas amal seseorang. Rajab diartikan pula dengan “tuli”, karena tidak pernah didengar pada bulan itu nuansa pembunuhan dan peperangan. Konon Rajab merupakan nama sungai di surga, airnya lebih putih dibanding susu, manisnya melebihi manis madu, dinginnya lebih dingin dibanding es. Tidak akan ada yang meminumnya, kecuali orang yang berpuasa pada bulan Rajab.

Rasulullah SAW bersabda, “Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban bulanku, dan Ramadhan bulan umatku.”

Menurut seorang sufi [ahli isyarah], kata Rajab terdiri dari tiga huruf, yakni huruf ra’, jim, dan ba’. Ra’ berarti rahmat Allah [rahmatullah], jim berarti dosa [jarm] dan jauhnya hamba [janabat al-ibad], dan ba’ berarti kebaikan Allah [birr Allah]. Seolah-olah Allah Berkata, “Aku Menjadikan dosa hambaKu berada di antara rahmat dan kebaikanKu.”

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa berpuasa pada tanggal 27 Rajab dicataat baginya pahala berpuasa selama enam puluh bulan. Hari itu merupakan hari pertama kali jibril turun membawa risalah kepada Muhammad SAW, dan pada hari itu pula Muhammad SAW melakukan Isra’ Mi’raj.”

Sabda Nabi SAW yang lain, “Ketahuilah bahwa bulan Rajab merupakan bulan Allah yang agung. Barang siapa berpuasa sehari di bulan ini dengan penuh keimanan dan penuh pengharapan, maka Allah akan mengabulkan keridhaanNya.” Bahkan, dikatakan, bahwa Allah mengistimewakan empat bulan, Dzulqa’dah, Dzulhijah, Muharram dan Ramadhan. Sebagaimana pernah diungkapkanNya dalam firmanNya QS At Taubah [9] ayat 36, “Di antaranya ada empat bulan yang mulia.” Tiga bulan dari empat itu berurutan, dan satu sendirian yaitu bulan Rajab.

Dikisahkan, seorang wanita di Baitul Maqdis, setiap hari di bulan Rajab membaca “Qul huwallahu Ahad”, QS Al Ikhlas [112], sebanyak dua belas ribu kali, sedangkan ia berpakaian dari kulit unta [yang kasar]. Ketika sakit ia berwasiat kepada anaknya agar ketika meninggal dikuburkan dengannya pakaian kulit unta tadi. Setelah meninggal anaknya menguburkannya dengan pakaian yang lebih baik kualitas dibanding bajunya tersebut. Lalu ia bermimpi ibunya berkata kepadanya, “saya tidak rela dengan apa yang engkau lakukan, karena engkau tidak melaksanakan wasiatku.” Dia pun terperanjat dari tidurnya dan mengambil pakaian kulitnya, lalu menggali kuburnya, namun tidak menemukan mayat ibunya. Dia terheran dan bingung lantass mendengar suara, “ketahuilah bahwa orang yang beribadah sungguh-sungguh dan taat di bulan Rajab tidak akan Kami tinggalkan sendirian.”

Diriwayatkan, bahwa malaikat pada dua pertiga malam hari jumat tidak henti-hentinya memohonkan ampunan kepada orang-orang yang berpuasa bulan Rajab. Diriwayatkan pula dari Anas r.a., Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa berpuasa tiga hari pada bulan yang mulia dicatat baginya pahala ibadah selama sembilan ratus tahun.” Anas r.a. berkata, “saya benar-benar telah tuli, jika saya benar-benar tidak mendengar kalimat tersebut dari Rasulullah SAW.”

Rahasia-rahasia ilmu, bulan mulia ada empat, malaikat terpilih ada empat, kitab suci yang utama ada empat, anggota wudhu ada empat, kalimat zikir yang utama ada empat, subhanalallah, alhamdulillah, la ilaha ilallah, dan Allahu akbar. Pokok hitungan pun angka ada empat : satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan. Waktu juga ada empat : jam, hari, bulan dan tahun. Musim dalam setahun ada empat : semi, panas, dingin dan gugur. Iklim alam ada empat : panas, dingin, basah dan kering. Khulafa’ Al Rasyidun juga ada empat : Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali.

Al Dailami meriwayatkan dengan Aisyah, beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Allah mencurahkan kebaikan pada empat malam : malam idul Adha, malam Idul Fitri, malam nisfu Sya’ban, dan malam pertama bulan Rajab.”

Dia juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Doa pada lima malam ini tidak akan ditolak, yakni malam pertama bulan Rajab, malam nisfu Al Sya’ban, malam jumat, dan dua malam Idul Fitri dan Idul Adha.”

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License

Thursday, July 12, 2007

MengenalNya

oleh FK Yuwono

Janganlah diri memandangNya terlalu jauh
Karena sesungguhnya DIA amat dekat
Lebih dekat dari urat lehermu [QS 50:16]
Janganlah diri tak sempat mengenalNya
Karena sesungguhnya DIA amat mudah dikenal
Lebih mudah dikenali bila engkau kenali dirimu lebih dulu
Dia Menantikanmu setiap saat
Kapankah dirimu ingin mengenalNya ?
Jangan tunggu hingga dirimu dipanggilNya
Hingga diri sejatimu bingung siapa yg akan engkau temui nanti
Di saat itu penyesalan diri tak kunjung sirna
Hanya karena tak pernah menemuiNya di dunia
Terantuk sepanjang perjalanan abadi
Hingga batas waktu yang tak pasti

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License


Monday, July 9, 2007

Tuhan dan Manusia

oleh FK Yuwono

QS An Nur [24] ayat 35:
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Salah satu makna dari ayat di atas adalah bahwa Allah merupakan sumber cahaya, sumber energi langit dan bumi. Segala benda dan makluk yang berada di langit dan bumi ADA karena keberadaan sumber energi ini. Segalanya menjadi tampak karena memperoleh cahaya dari sumber cahaya ini. Bila itu tiada, maka yang ada hanyalah kegelapan dan ketidaknampakkan apapun.

Allah SWT merupakan wujud tunggal yang menjadi Terawal dari kehidupan dan yang Terakhir tinggal, abadi saat seluruh kehidupan itu tiada. Semua bersumber padaNya, tersusun dari cahayaNya, berproses ke dalam bentuk unsur lain yang lebih padat daripada cahaya. Keseluruhan itu semata-mata adalah pengejawantahan wujud Allah dalam kehidupan yang tak abadi.

Pada hakikatnya seluruh kehidupan itu adalah hampa adanya, ketiadaan.

“adanya kehidupan itu karena pribadi, demikian pula keinginan hidupun ditetapkan oleh diri sendiri. Tidak mengenal roh, yang melestarikan kehidupan, tiada turut merasakan sakit ataupun lelah. Suka dukapun musnah karena tiada diinginkan oleh hidup. Dengan demikian hidupnya kehidupan ini, berdiri sendiri sekehendak.”
[serat syekh siti jenar, Ki Sastrawijaya, pupuh III, Dhandanggula, 32].


Ini menunjukkan adanya kebebasan manusia dalam menentukan jalan hidup. Manusia merdeka adalah manusia yang terbebas dari belenggu cultural maupun belenggu structural. Dalam hidup ini, tidak boleh ada sikap saling menguasai antarmanusia, bahkan antara manusia dengan Tuhanpun hakikatnya tidak ada yang menguasai dan yang dikuasai. Sebab dalam manusia ada ruh Tuhan yang menjamin adanya kekuasaan atas pribadinya dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

Dan Allah itu satu-satunya Wujud. Yang lain hanya sekedar mewujud. Cahaya hanya satu, selain itu hanya memancarkan cahaya saja, atau pantulannya saja.
QS Al Baqarah [2] ayat 115 : “Timur dan Barat kepunyaan Allah. Maka kemana saja kamu menghadap disitulah Wajah Allah.”
Wujud itu dalam pribadi [ruh], dan di dunia atau alam kematian ini, memerlukan wadah bagi pribadi [ruh] untuk mengejawantah, menguji diri sejauh mana kemampuannya, mengelola keinginan jasad, sementara pribadi [ruh] tetap suci.

Manusia yang mendua adalah manusia yang tidak sampai kepada derajat kemanunggalan. Sementara manusia yang manunggal adalah pemilik jiwa yang iradah dan kodratnya telah pula menyatu dengan Ilahi. Sehinga akibat terpecahnya jiwa dengan ruh Ilahi, maka kehidupannya dikuasai oleh keinginan yang lain, yang dalam Al Quran disebut sebagai hawa nafsu. Maka agar tidak terjadi perpecahan kepribadian atau kepribadian ganda, dan tidak mengakibatkan kerusakan dalam tatanan kehidupan, harus ada keterpaduan antara ruh ilahi dengan jiwa manusia atau budi manusia. Ruh Ilahi berada di dalam kedirian manusia, bukan diluar diri manusia.

Tuhan adalah Maha Meliputi. KeberadaanNya tidak dibatasi oleh lingkup ruang dan waktu, kegaiban atau kematerian. Hakikat keberadaan segala sesuatu adalah keberadaanNya. Oleh karena itu keberadaan segala sesuatu dihadapanNya sama dengan ketidakberadaan segala sesuatu termasuk kedirian manusia atau keberadaan manusia. Maka sikap yang selalu menuruti raga disebut sebagai sesuatu yang baru, dalam arti tidak mengikuti iradahNya.
Raga seharusnya tunduk kepada jiwa yang dinaungi ruh Ilahi, sebab raga hanyalah sebagai tempat/wadah bagi keberadaan ruh itu. Jangan terjebak hanya menghiasai wadahnya, namun seharusnya yang mendapat prioritas untuk dipenuhi perhiasan dan dicukupi kebutuhannya adalah isi dari wadah itu.

Allah bukanlah sesuatu yang asing bagi diri manusia. Allah juga bukan sesuatu yang gaib bagi diri manusia. Walaupun Allah SWT adalah Maha Ghaib [Al Ghaib], namun itu hanya dari sudut materi atau raga manusia. Secarah ruhiyah, Allah adalah ke-Diri-an manusia itu. Dalam diri manusia terdapat ruh al-idhafi yang membimbing manusia untuk mengenal dan menghampiriNya. Sebagai sarananya, dalam otak kecil manusia, Allah menaruh God Spot [titik Tuhan] sebagai filter bagi kerja otak, agar tidak terjebak hanya berpikir materialistic dan matematis. Inilah titik spritual yang akan menghubungkan jiwa dan raga melalui ruh al-idhafi. Dari system kerja itulah kemudian terjalin kemanunggalan abadi. Maka kalau ada anggapan Allah itu ghaib bagi manusia, sesuatu yang jauh dari manusia, pandangan itu keliru dan sesat.

Di dalam Al Quran itu sendiri Allah SWT berfirman : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya.” [QS. Qaf [50] ayat 16.

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License

Wednesday, July 4, 2007

Hakikat Basmalah


Dalam suatu hadits Nabi saw. Beliau bersabda, "Setiap kandungan dalam seluruh kitab-kitab Allah diturunkan, semuanya ada di dalam Al-Qur’an. Dan seluruh kandungan Al-Qur’an ada di dalam Al-Fatihah. Dan semua yang ada dalam Al-Fatihah ada di dalam Bismillahirrahmanirrahiim.”"

Bahkan disebutkan dalam hadits lain, “setiap kandungan yang ada dalam Bismillahirrahmaanirrahiim ada di dalam huruf Baa’, dan setiap yang terkandung di dalam Baa’ ada di dalam titik yang berada dibawah Baa’”.

Sebagian para Arifin menegaskan, “Dalam perspektif orang yang ma’rifat kepada Allah, Bismillaahirrahmaanirrahim itu kedudukannya sama dengan “kun” dari Allah”.

Perlu diketahui bahwa pembahasan mengenai Bismillahirrahmaanirrahiim banyak ditinjau dari berbagai segi, baik dari segi gramatikal (Nahwu dan sharaf) ataupun segi bahasa (etimologis), disamping tinjuan dari materi huruf, bentuk, karakteristik, kedudukan, susunannya serta keistemewaanya atas huruf-huruf lainnya yang ada dalam Surat Pembuka Al-Qur’an, kristalisasi dan spesifikasi huruf-huruf yang ada dalam huruf Baa’, manfaat dan rahasianya.

Tujuan tulisan ini bukan mengupas semua itu, tetapi lebih pada esensi atau hakikat makna terdalam yang relevan dengan segala hal di sisi Allah swt, Pembahasannya akan saling berkelin dan satu sama lainnya, karena seluruh tujuannya adalah Ma’rifat kepada Allah swt.

Kami memang berada di gerbangNya, dan setiap ada limpahan baru di dalam jiwa maka ar-Ruhul Amin turun di dalam kalbunya kertas. Ketahuilah bahwa Titik yang berada dibawah huruf Baa’ adalah awal mula setiap surat dan Kitab Allah Ta’ala. Sebab huruf itu sendiri tersusun darititik, dan sudah semestinya setiap Surat ada huruf yang menjadi awalnya, sedangkan setiap huruf itu ada titik yang menjadi awalnya huruf. Karena itu menjadi keniscayaan bahwa titik itu sendiri adalah awal dan pada setiap surat dan Kitab Allah Ta’ala.

Kerangka hubungan antara huruf Baa’ dengan Tititknya secara komprehensif akan dijelaskan berikut nanti. Bahwa Baa’ dalam setiap surat itu sendiri sebagai keharusan adanya dalam Basmalah bagi setiap surat, bahkan di dalam surat Al-Baqarah. Huruf Baa’itu sendiri mengawali ayat dalam surat tersebut. Karena itu dalam konteks inilah setiap surat dalam Al-Qur’an mesti diawali dengan Baa’ sebagaimana dalam hadits di atas, bahwa seluruh kandungan Al-Qur’an itu ada dalam surah Al-Fatihah, tersimpul lagi di dalam Basmalah, dan tersimpul lagi dalam Huruf Baa’, akhirnya pada titik.

Hal yang sama , Allah SWT dengan seluruh yang ada secara paripurna sama sekali tidak terbagi-bagi dan terpisah-pisah. Titik sendiri merupakan syarat-syarat dzat Allah Ta’ala yang tersembunyi dibalik khasanahnya ketika dalam penampakkan-Nya terhadap mahlukNya. Amboi, titik itu tidak tampak dan tidak Layak lagi bagi anda untuk dibaca selamanya mengingat kediaman dan kesuciannya dari segala batasan, dari satu makhraj ke makhraj lainya. Sebab ia adalah jiwa dari seluruh huruf yang keluar dari seluruh tempat keluarnya huruf. Maka,camkanlah, dengan adanya batin dari Ghaibnya sifat Ahadiyah.

Misalnya anda membaca titik menurut persekutuan, seperti huruf Taa’ dengan dua titik, lalu Anda menambah satu titik lagi menjadi huruf Tsaa’, maka yang Anda baca tidak lain kecuali Titik itu sendiri. Sebab Taa’ bertitik dua, dan Tsaa’ bertitik tiga tidak terbaca,karena bentuknya satu, yang tidak terbaca kecuali titiknya belaka. Seandainya Anda membaca di dalam diri titik itu niscaya bentuk masing-masing berbeda dengan lainnya. Karena itu dengan titik itulah masing-masing dibedakan, sehingga setiap huruf sebenarnya tidak terbaca kecuali titiknya saja. Hal yang sama dalam perspektif makhluk, bahwa makhluk itu tidak dikenal kecuali Allah.

Bahwa Anda mengenal-Nya dari makhluk sesungguhnya Anda mengenal-Nya dari Allah swt. Hanya saja Titik pada sebagian huruf lebih jelas satu sama lainnya, sehingga sebagian menambah yang lainnya untuk menyempurnakannya, seperti dalam huruf-huruf yang bertitik, kelengkapannya pada ttik tersebut. Ada sebagian yang tampak pada kenyataannya seperti huruf Alif dan huruf-huruf tanpa Titik. Karena huruf tersebut juga tersusun dari titik-titik. Oleh sebab itulah, Alif lebih mulia dibanding Baa’,karena Titiknya justru menampakkan diri dalam wujudnya, sementara dalam Baa’ itu sendiri tidak tampak (Titik berdiri sendiri). Titik di dalam huruf Baa’ tidak akan tampak, kecuali dalam rangka kelengkapannya menurut perspektif penyatuan. Karena Titik suatu huruf Merupakan kesempurnaan huruf itu sendiri dan dengan sendirinya menyatu dengan huruf tersebut. Sementara penyatuan itu sendiri mengindikasikan adanya faktor lain, yaitu faktor yang memisahkan antara huruf dengan titiknya.

Huruf Alif itu sendiri posisinya menempati posisi tunggal dengan sendirinya dalam setiap huruf. Misalnya Anda bisa mengatakan bahwa Baa’ itu adalah Alif yang di datarkan Sedang Jiim, misalnya, adalah Alif dibengkokkan’ dua ujungnya. Daal adalah Alif yang yang ditekuk tengahnya.

Sedangkan Alif dalam kedudukan titik, sebagai penyusun struktur setiap huruf ibarat Masing-masing huruf tersusun dari Titik. Sementara Titik bagi setiap huruf ibarat Neucleus yang terhamparan. Huruf itu sendiri seperti tubuh yang terstruktur. Kedudukan Alif dengan kerangkanya seperti kedudukan Titik. Lalu huruf-huruf itu tersusun dari Alif sebagimana kita sebutkan, bahwa Baa’ adalah Alif yang terdatarkan.

Demikian pula Hakikat Muhammadiyyah merupakan inti dimana seluruh jagad raya ini diciptakan dari Hakikat Muhammadiyah itu. Sebagaimana hadits riwayat Jabir, yang intinya Allah swt. menciptakan Ruh Nabi saw dari Dzat-Nya, dan menciptakan seluruh alam dari Ruh Muhammad saw. Sedangkan Muhammad saw. adalah Sifat Dzahirnya Allah dalam makhluk melalui Nama-Nya dengan wahana penampakan Ilahiyah.

Anda masih ingat ketika Nabi saw. diisra’kan dengan jasadnya ke Arasy yang merupakan Singgasana Ar-Rahman. Sedangkan huruf Alif, —walaupun huruf-huruf lain yang tanpa titik sepadan dengannya, dan Alif merupakan manifestasi Titik yang tampak di dalamnya dengan substansinya — Alif memiliki nilai tambah dibanding yang lain. Sebab yang tertera setelah Titik tidak lain kecuali berada satu derajat. Karena dua Titik manakala disusun dua bentuk alif, maka Alif menjadi sesuatu yang memanjang. Karena dimensi itu terdiri dari tiga: Panjang, Lebar dan Kedalaman.

Sedangkan huruf-huruf lainnya menyatu di dalam Alif,seperti huruf Jiim. Pada kepala huruf Jiim ada yang memanjang, lalu pada pangkal juga memanjang, tengahnya juga memanjang. Pada huruf Kaaf misalnya, ujungnya memanjang, tengahnya juga memanjang namun pada pangkalnya yang pertama lebar. Masing-masing ada tiga dimensi. Setiap huruf selain Alif memiliki dua atau tiga jangkauan yang membentang. Sementara Alif sendiri lebih mendekati titik. Sedangkan titik , tidak punya bentangan. Hubungan Alif diantara huruf-huruf yang Tidak bertitik, ibarat hubungan antara Nabi Muhammad saw, dengan para Nabi dan para pewarisnya yang paripurna. Karenanya Alif mendahului semua huruf.

Diantara huruf-huruf itu ada yang punya Titik di atasnya, ada pula yang punya Titik dibawahnya,Yang pertama (titik di atas) menempatip osisi “Aku tidak melihat sesuatu sebelumnya) kecuali melihat Allah di sana”.

Diantara huruf itu ada yang mempunyai Titik di tengah, seperti Titik putih dalam lobang Huruf Mim dan Wawu serta sejenisnya, maka posisinya pada tahap, ”Aku tidak melihat sesuatu kecuali Allah didalamnya.” Karenanya titik itu berlobang, sebab dalam lobang itu tampak sesuatu selain titik itu sendiri Lingkaran kepada kepala Miim menempati tahap, “Aku tidak melihat sesuatu” sementara Titik putih menemptai “Kecuali aku melihat Allah di dalamnya.”

Alif menempati posisi “Sesungguhnya orang-orang yang berbaiat kepadamu sesungguhnya mereka itu berbaiat kepada Alllah.” Kalimat “sesungguhnya” menempati posisi arti “Tidak”, dengan uraian “Sesungguhnya orang-orang berbaiat” kepadamu tidaklah berbaiat kepadamu tidaklah berbaiat kepadamu, kecuali berbaiat kepada Allah.”

Dimaklumi bahwa Nabi Muhammad saw. dibaiat, lalu dia bersyahadat kepada bersyahadat kepada Allah pada dirinya sendiri, sesungguhnya tidaklah dia itu berbaiat kecuali berbaiat kepada Allah. Artinya, kamu sebenarnya tidak berbaiat kepada Muhammad saw. tetapi hakikat-nya berbaiat kepada Allah swt. Itulah arti sebenarnya dari Khilafah tersebut

Menurut Ibnu Araby dalam Kitab Tafsir Tasawufnya, "Tafsirul Qur'anil Karim" menegaskan, bahwa dengan (menyebut) Asma Allah, berarti Asma-asma Allah Ta’ala diproyeksikan yang menunjukkan keistimewaan-nya, yang berada di atas Sifat-sifat dan Dzat Allah Ta'ala. Sedangkan wujud Asma itu sendiri menunjukkan arah-Nya, sementara kenyataan Asma itu menunjukkan Ketunggalan-Nya.

Allah itu sendiri merupakan Nama bagi Dzat (Ismu Dzat) Ketuhanan. dari segi Kemutlakan Nama itu sendiri. Bukan dari konotasi atau pengertian penyifatan bagi Sifat-sifat-Nya, begitu pula bukan bagi pengertian "Tidak membuat penyifatan".

"Ar- Rahman" adalah predikat yang melimpah terhadap wujud dan keparipurnaan secara universal. menurut relevansi hikmah. dan relevan dengan penerimaan di permulaan pertama.

"Ar-Rahiim" adalah yang melimpah bagi keparipurnaan maknawi yang ditentukan bagi manusia jika dilihat dari segi pangkal akhirnya. Karena itu sering. disebutkan, "Wahai Yang Muha Rahman bagi Dunia dan akhirat, dan Maha Rahim bagi akhirat".

Artinya, adalah proyeksi kemanusiaan yang sempuma, dan rahmat menyeluruh, baik secara umum maupun khusus, yang merupakan manifestasi dari Dzat Ilahi. Dalam konteks, inilah Nabi Muhammad saw. Bersabda, "Aku diberi anugerah globalitas Kalam, dan aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (menuju) paripurna akhlak".

Karena. kalimat-kalimat merupakan hakikat-hakilkat wujud dan kenyataannya. Sebagaimana Isa as, disebut sebagai Kalimah dari Allah, sedangkan keparipurnaan akhlak adalah predikat dan keistimewaannya. Predikat itulah yang menjadi sumber perbuatan-perbuatan yang terkristal dalam jagad kemanusiaan. Memahaminya sangat halus. Di sanalah para Nabi - alaihimus salam - meletakkan huruf-huruf hijaiyah dengan menggunakan tirai struktur wujud. Kenyataan ini bisa djtemukan dalam periode! Isa as, periode Amirul Mukminin Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah, dan sebagian masa sahabat, yang secara keseluruhan menunjukkan kenyataan tersebut.

Disebutkan, bahwa Wujud ini muncul dari huruf Baa’ dari Basmalah. Karena Baa’ tersebut mengiringi huruf Alif yang tersembunyi, yang sesungguhnya adalah Dzat Allah. Disini ada indikasi terhadap akal pertama, yang merupakan makhluk awal dari Ciptaan Allah, yang disebutkan melalui firman-Nya, "Aku tidak menciptakan makhluk yang lebih Kucintai dan lebih Kumuliakan ketimbang dirimu, dan denganmu Aku memberi. denganmu Aku mengambil, denganmu Aku memberi pahala dan denganmu Aku menyiksa". (Al-hadits).

Huruf-huruf yang terucapkan dalam Basmalah ada 18 huruf. Sedangkan yang tertera dalam tulisan berjumlah 19 huruf. Apabila kalimat-kalimat menjadi terpisah. maka jumlah huruf yang terpisah menjadi 22.

Delapan belas huruf mengisyaratkan adanya alam-alam yang dikonotasikannya dengan jumlahnya. 18 ribu alam. Karena huruf Alif merupakan hitungan sempurna yang memuat seluruh struktur jumlah. Alif merupakan induk dari seluruh strata yang tidak lagi ada hitungan setelah Alif. Karena itu dimengerti sebagai induk dari segala induk alam yang disebut sebagai Alam Jabarut, Alam Malakut, Arasy, Kursi, Tujuh Langit., dan empat anasir, serta tiga kelahiran yang masing masing terpisah dalam bagian-bagian tersendiri.

Sedangkan makna sembilan belas, menunjukkan penyertaan Alam Kemanusiaan. Walau pun masuk kategori alam hewani, namun alam insani itu menurut konotasi kemuliaan dan universalitasnya atas seluruh alam dalam bingkai wujud, toh ada alam lain yang memiliki ragam jenis yang prinsip. Ia mempunyai bukti seperti posisi Jibril diantara para Malaikat.
Tiga Alif yang tersembunyi yang merupakan pelengkap terhadap dua puluh dua huruf ketika dipisah-pisah, merupakan perunjuk pada Alam Ilahi Yang Haq, menurut pengertian Dzat. Sifat dan Af 'aal. Yaitu tiga Alam ketika dipisah-pisah, dan Satu Alam ketika dinilai dari hakikatnya.

Sementara tiga huruf yang tertulis menunjukkan adanya manifestasi alam-alam tersebut pada tempat penampilannya yang bersifat agung dan manusiawi.

Dan dalam rangka menutupi Alam Ilahi, ketika Rasulullah saw, ditanya soal Alif yang melekat pada Baa', "dari mana hilangnya Alif itu?" Maka Rasulullah saw, menjawab, "Dicuri oleh Syetan".

Diharuskannya memanjangkan huruf Baa'nya Bismillah pada penulisan, sebagai ganti dari Alifnya, menunjukkan penyembunyian Ketuhanannya predikat Ketuhanan dalam gambaran Rahmat yang tersebar. Sedangkan penampakannya dalam potret manusia, tak akan bisa dikenal kecuali oleh ahlinya. Karenanya, dalam hadist disebutkan, "Manusia diciptakan menurut gambaran Nya".

Dzat sendiri tersembunyikan oleh Sifat, dan Sifat tersembunyikan oleh Af'aal. Af'aal tersembunyikan oleh jagad-jagad dan makhluk.

Oleh sebab itu, siapa pun yang meraih Tajallinya Af'aal Allah dengan sirnanya tirai jagad raya, maka ia akan tawakkal. Sedangkan siapa yang meraih Tajallinya Sifat dengan sirnanya tirai Af'aal, ia akan Ridha dan Pasrah. Dan siapa yang meraih Tajallinya Dzat dengan terbukanya tirai Sifat, ia akan fana dalam kesatuan. Maka ia pun akan meraih Penyatuan Mutlak. Ia berbuat, tapi tidak berbuat. Ia membaca tapi tidak membaca "Bismillahirrahmaanirrahiim".

Tauhidnya af'aal mendahului tauhidnya Sifat, dan ia berada di atas Tauhidnya Dzat. Dalam trilogi inilah Nabi saw, bermunajat dalam sujudnya, "Tuhan, Aku berlindung dengan ampunanmu dari siksaMu, Aku berlindung dengan RidhaMu dari amarah dendamMu, Aku berlindung denganMu dari diriMu".
Sumber : Tafsirul Qur’anil Karim, karya Ibnu Araby

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License

Kangen

oleh FK Yuwono

Lembayung melambai diri
Mengurai orange kebimbangan
Nuansa biru kerap meruak hati
Jatuh bangun ku mencintaiMu Tuhan

Kabut rindu membayang selalu
Dalam diam hening meradang
Getar kalbu selimuti diriku
Berharap Engkau Datang Menjelang


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License



Tuesday, July 3, 2007

Makna Huruf

Dari Husein bin Ali bin Abi Thalib as. :
Seorang Yahudi mendatangi Nabi Muhammad SAW. Pada saat itu Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as bersama Nabi.
Yahudi itu berkata kepada Nabi Muhammad SAW : "apa faedah dari huruf hijaiyah ?"
Rasulullah SAW lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib as,
“Jawablah”.
Lalu Rasulullah SAW mendoakan Ali,
“ya Allah, sukseskan Ali dan bungkam orang Yahudi itu”.
Lalu Ali berkata :
“Tidak ada satu huruf-pun kecuali semua bersumber pada nama-nama Allah swt”.
Kemudian Ali berkata :
“Adapun alif artinya tidak ada Tuhan selain Dia yang Maha Hidup dan Kokoh,
Adapun ba artinya tetap ada setelah musnah seluruh makhluk-Nya.
Adapun ta, artinya yang maha menerima taubat, menerima taubat dari semua hamba-Nya,
adapun tsa artinya adalah yang mengokohkan semua makhluk “Dialah yang mengokohkan orang-orang beriman dengan perkataan yang kokoh dalam kehidupan dunia”
Adapun jim maksudnya adalah keluhuran sebutan dan pujian-Nya serta suci seluruh nama-nama-Nya.
Adapun ha adalah Al Haq, Maha hidup dan penyayang.
Kha maksudnya adalah maha mengetahui akan seluruh perbuatan hamba-hamba-Nya.
Dal artinya pemberi balasan pada hari kiamat,
dzal artinya pemilik segala keagungan dan kemuliaan.
Ra artinya lemah lembut terhadap hamba-hamba-Nya.
Zay artinya hiasan penghambaan.
Sin artinya Maha mendengar dan melihat. Syin artinya yang disyukuri oleh hamba-Nya.
Shad maksudnya adalah Maha benar dalam setiap janji-Nya.
Dhad artinya adalah yang memberikan madharat dan manfaat.
Tha artinya Yang suci dan mensucikan,
dzha artinya Yang maha nampak dan menampakan seluruh tanda-tanda.
Ayn artinya Maha mengetahui hamba-hamba-Nya.
Ghayn artinya tempat mengharap para pengharap dari semua ciptaan-Nya.
Fa artinya yang menumbuhkan biji-bijian dan tumbuhan.
Qaf artinya adalah Maha kuasa atas segala makhluk-Nya
Kaf artinya yang Maha mencukupkan yang tidak ada satupun yang setara dengan-Nya, Dia tidak beranak dan tidak diperanakan.
Adapun lam maksudnya adalah maha lembut terhadap hamba-nya.
Mim artinya pemilik semua kerajaan.
Nun maksudnya adalah cahaya bagi langit yang bersumber pada cahaya arasynya.
Adapun waw artinya adalah, satu, esa, tempat bergantung semua makhluk dan tidak beranak serta diperanakan.
Ha artinya Memberi petunjuk bagi makhluk-Nya.
Lam alif artinya tidak ada tuhan selain Allah, satu-satunya serta tidak ada sekutu bagi-Nya.
Adapun ya artinya tangan Allah yang terbuka bagi seluruh makhluk-Nya”. Rasulullah lalu berkata “Inilah perkataan dari orang yang telah diridhai Allah dari semua makhluk-Nya”.


Mendengar penjelasan itu maka yahudi itu masuk Islam.

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License