Monday, July 28, 2008

Tentang Berbuat Kebaikan



Allah SWT Berfirman :

“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri...”

[ QS Al-Isra : 7 ]


Orang yang berbuat jahat,
walaupun bencana belum tiba,
tetapi rejeki telah menjauhinya,


Orang yang berbuat baik,
walaupun rejeki belum tiba,
tetapi bencana telah menjauhinya,


Kebaikan akan mendatangkan balasan kebaikan yang setimpal

[Pepatah Cina Klasik ]


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 License

Sunday, July 13, 2008

Benar [Ash Shidqu]


Firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar [Shidqin].” [QS At Taubah : 119]

Diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud r.a. “Rasulullah SAW bersabda, seorang hamba akan senantiasa menjadi orang-orang yang benar dan mencari kebenaran sampai akhirnya dia telah menjadi orang benar di sisi Allah SWT. Seorang hamba akan terus berdusta dan mengejar kedustaan sampai akhirnya dia menjadi pendusta di sisi Allah SWT.”Disebutkan pula bahwa sesungguhnya Allah SWT berfirman kepada Nabi Daud a.s. “Wahai Daud, barang siapa yang membenarkan Aku dalam batinnya, Aku Membenarkannya di tengah-tengah makhluk sesamanya secara terang-terangan.”

Ketahuilah bahwa sesungguhnya kebenaran itu adalah tiang bagi suatu urusan. Dengan kebenaran itulah, sebuah urusan akan mencapai kesempurnaan dan dalam kebenaran pulalah terdapat sistem dari urusan itu. Kebenaran adalah derajat kedua dari kenabian yaitu sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT sbb :
“... maka mereka bersama orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah atas mereka dari para nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang yang shaleh ...” [QS An Nisaa : 69]

“Benar” [Ash Shidqu] adalah seimbangnya antara batin dan lahiriah sehingga “orang yang benar” [Ash Shadqu] adalah benar dalam perkataannya, dan Shiddiq adalah orang yang benar dalam perkataannya, da dalam segala perbuatannya, serta benar dalam segala kondisinya.

Dikatakan pula bahwa barang siapa yang ingin agar Allah SWT senantiasa bersamanya, hendaklah dia konsisten dalam kebenaran, karena sesungguhnya Allah SWT bersama orang-orang yang benar.

Al Junadi r.a. berkata, “Orang yang benar akan berubah sebanyak empat puluh kali dalam sehari, dan orang-orang yang bersifat riya akan statis [tidak bergerak] dalam satu kondisi selama empat puluh tahun.:

Dikatakan pula bahwa “Benar” [Ash Shidqu] adalah mengatakan kebenaran dalam kehancuran. Disebutkan pula bahwa “Benar” [Ash Shidqu] adalah mengimplementasikan apa yang ada dalam batin dengan lisan. Disebutkan pula bahwa “Benar” [Ash Shidqu] adalah menjauhkan hal-hal yang haram dari sudut mulut perkataan. Disebutkan pula bahwa “Benar” [Ash Shidqu] adalah mematuhi Allah SWT dengan perbuatan.

Abu Said Al Qurasyi r.a. berkata, “Orang yang benar [Ash Shidqu] adalah orang yang bersiap untuk mati.”

“... maka inginkanlah kematian jika kamu orang-orang yang benar.” [QS Al Baqarah : 94]

“Benar” adalah benarnya ketauhidan yang disertai dengan niat. Hakikat dari “benar” adalah engkau mengatakan kebenaran dalam satu daerah yang tidak ada yang menyelamatkanmu, melainkan kebohongan.

Ada tiga hal yang tidak dapat menyalahkan orang-orang yang benar [Ash Shadqi], yaitu keindahan, wibawa dan kehormatan. Dzu Nun Al Mishri r.a. berkata, “Benar adalah pedang Allah SWT yang tidak diletakkan di atas sesuatu, melainkan pedang itu pasti memotongnya.”

Sahal bin Abdullah r.a. berkata, “Kesalahan pertama yang dilakukan oleh orang-orang yang benar [Ash Shadqu] adalah membicarakan diri mereka sendiri.”
Ketika Fath Al Mushii r.a. ditanya tentang “benar” [Ash Shidqu], dia memasukkan tangannya ke dalam tungku tukang besi dan mengeluarkan besi yang masih membara. Lalu besi yang masih membara itu diletakkan di atas telapak tangannya sampai akhirnya besi itu menjadi dingin. Dia pun berkata, “Inilah kebenaran.”

Harits Al Muhasabi pernah ditanya tentang tanda-tanda “benar” [Ash Shiqu] dan dia berkata, “Orang yang benar [Ash Shadqi] adalah orang yang tidak peduli atas segala pembicaraan orang lain demi kemashalatan hatinya. Orang yang benar adalah orang yang tidak suka membicarakan orang lain sedikitpun karena amal baiknya. Dan orang yang baik adalah orang yang benci apabila orang lain melihat kekurangan dalam amal perbuatannya karena kebenciannya itu justru akan menjadi bukti bahwa sesungguhnya dia masih senang dengan penghargaan di tengah-tengah manusia. Hal ini bukanlah sifat orang-orang yang benar.”

Barang siapa yang tidak mengerjakan fardhu kontinyu, tidak akan diterima fardhu yang bersifat sementara. Apakah fardhu kontinyu itu ?. Ia adalah Ash-Shidqu [Benar].

Apabila engkau mencari Allah SWT dengan benar, DIA Akan Memberikan kepadamu sebuah cermin, dimana engkau akan menyaksikan segala keajaiban dunia dan akhirat dalam cermin itu.

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 License

IKHLAS


Mengenai keikhlasan, Allah SWT Berfirman :

“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepadaNya dalam [menjalankan] agama...” [QS Al Bayyinah : 5]

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih [dari syirik]” [QS Az Zumar : 3]

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai [keridhaan] Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya ...” [QS Al Hajj : 37]

“... bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu, dan hanya kepadaNya kami mengikhlaskan hati ...” [QS Al Baqarah : 139]

Para ulama berbeda pendapat mengenai makna “ikhlas”.

Hasan r.a. berkata “aku pernah bertanya kepada Huzaifah r.a. tentang keikhlasan. Dia berkata, “aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang keikhlasan. Rasulullah SAW bersabda, “aku pernah bertanya kepada Tuhan Yang Maha Mulia lagi Maha Agung tentang keikhlasan. Allah SWT Berfirman, “Keikhlasan adalah salah satu rahasia di antara rahasia-rahasia Ku, yang dititipkan ke dalam hati hamba-hambaKu yang Aku Cintai.”

Dari Abi Idris Al Khaulani r.a., ia berkata : “Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya segala sesuatu yang benar memiliki hakikat, dan seorang hamba tidak akan mengetahui hakikat ikhlas sampai dia menyukai untuk tidak memuji atas suatu pekerjaan yang dia kerjakan untuk Allah SWT.”

Said bin Jabir r.a. berkata, “Ikhlas adalah seorang hamba memurnikan agamanya semata-mata untuk Allah SWT, memurnikan pekerjaannya juga semata-mata karena Allah SWT, tidak mempersekutukanNya di dalam agamaNya, dan tidak memperlihatkan pekerjaannya kepada siapapun.”

Al Fudhail r.a berkata, “Memperlihatkan pekerjaan kepada orang lain termasuk riya dan berbuat karena seseorang adalah kemusyrikan, sedangkan ikhlas adalah engkau takut Allah SWT akan menyiksamu dari kedua perbuatan tersebut.”

Yahya bin Mu’az r.a. berkata, “Ikhlas adalah menjauhkan perbuatan dari segala kekurangan, seperti terpisahnya susu dari kotoran dan darah.”

Abu Al Husein Al Busyanji r.a. berkata, “Ikhlas adalah perbuatan yang tidak dicatat oleh kedua malaikat [Raqib dan Atid], tidak dirusak oleh setan, dan tidak pula terlihat oleh manusia.”

Ruwaim r.a. berkata, “Ikhlas adalah hilangnya pandanganmu dari perbuatan[mu].” Disebutkan pula bahwa “Ikhlas” adalah sesuatu yang menjadi akhir dari kebenaran dan yang menjadi tujuan dari kebenaran. Ada pula yang mengatakan bahwa “Ikhlas” adalah sesuatu yang tidak disamarkan oleh dosa, dan tidak pula diringankan dengan pentakwilan [penafsiran]. Dikatakan pula bahwa “Ikhlas” adalah segala sesuatu yang tersembunyi dari makhluk dan lepas dari segala bentuk kecintaan.

Huzaifah Al Mur’isyi berkata, “Ikhlas adalah seimbangnya perbuatan seorang hamba, baik yang tampak maupun yang tidak.” Sementara Yaqub Al Makfuf berkata, “Ikhlas adalah seorang hamba menyembunyikan kebaikannya sebagaimana dia menyembunyikan keburukannya.”

Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a., ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ada tiga hal yang tidak dapat menipu hati seorang mukmin, yaitu perbuatan yang ikhlas kepada Allah, nasihat kepada penguasa, dan keharusan berkumpul dengan kaum muslimin.”

Disebutkan pula bahwa makna “Ikhlas” adalah menfokuskan keta’atan dan tujuan kepada Allah SWT, yaitu kehendak seorang hamba dengan menaatiNya agar dia dekat dengan Tuhannya di antara segenap ciptaanNya. Perbuatannya itu tidak ditujukan untuk manusia, tidak pula mengharapkan pujian, tidak pula mengharap simpati, dan tidak pula dibarengi celaan dari dirinya.

Dzu An Nun Al Mishri r.a. berkata, “Ikhlas adalah sesuatu yang tidak sempurna kecuali dengan kebenaran di dalam perbuatan itu, dengan disertai kesabaran pada saat melakukannya. Sementara kebenaran itu sendiri tidak akan sempurna, melainkan jika disertai keikhlasan di dalamnya dan dilakukan secara terus-menerus. Ada tiga ciri keikhlasan, yaitu hilangnya pujian dan celaan dari manusia [secara umum], melupakan untuk melihat amal-amal perbuatan, dan tidak mengharapkan pahala atas perbuatan[nya] di akhirat.”

Abu Utsman Al Maghribi r.a. berkata, “Ikhlas adalah sesuatu yang tidak menyisakan bagian bagi jiwa pada saat itu pula. Ini adalah ikhlas bagi orang-orang awam. Adapun ikhlas bagi orang-orang khusus [khawas] adalah segala sesuatu yang muncul atas mereka, namun tidak dengan [kesadaran] mereka sehingga keta’atan akan tampak dari mereka, sementara mereka sendiri berada dalam pengasingan [diri], dan penglihatan tidak akan tertuju kepada mereka sebagaimana sewajarnya. Itulah ikhlas bagi orang-orang khusus [khawas].”

Abu Bakar Ad Diqaqi r.a. berkata, “kekurangan setiap orang ikhlas di dalam keikhlasannya adalah melihat keikhlasannya. Apabila Allah SWT menghendaki untuk menghabiskan keikhlasannya maka dia akan jatuh dari keikhlasannya dengan melihat keikhlasannya. Akhirnya dia menjadi orang yang “habis”, bukan orang yang “ikhlas” [Mukhlish].”

Sahal r.a. berkata, “tidak ada yang mengetahui sifat riya kecuali orang yang ikhlas.”

Abu Utsman r.a. berkata, “Ikhlas adalah melupakan untuk melihat makhluk dengan menfokuskan pandangan kepada Sang Khalik.”

Ruwaim r.a. berkata, “Ikhlas dalam beramal adalah amal yang dikerjakan oleh seseorang tanpa mengharapkan pengganti [pahala] di dunia dan akhirat, dan tidak pula mengharapkan amalnya itu dicatat oleh kedua malaikat [Raqib dan Atid].”

Ibnu Abdillah r.a. pernah ditanya, “Apakah yang paling memberatkan jiwa ?.” Dia berkata, “Ikhlas. karena jiwa tidak mendapatkan bagian apapun darinya.” Disebutkan pula bahwa ikhlas adalah hendaknya tidak seorangpun yang menyaksikan perbuatan kamu, selain Allah SWT.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 License

Thursday, July 3, 2008

Qalbu

Syekh Abdul Karim Ibnu Ibrahim Al Jaili [1366M - 1430M]


Qalbu adalah Singgasana Allah
Pusat kendali diri setiap manusia
Landasan penampakkan Al Haq
Ranah hamparan kasih rahmatNya

Ia adalah cerminan hakikatNya
Mikroskop nilai keluhuranNya
Wadah penampung kalamNya
Jaring penangkap isyarat-isyaratNya

Ia dianalogikan dengan cahaya
Diurai dengan huruf-huruf Qur’ani
Ia laksana, minyak dan lampu
Dalam Misykat serta kaca menyala

Ia mudah terbalik dan pongah,
Qalbu yang ingat mulia, yang lalai nista,
Ia kadang bersinar, kadang gelap,
Ia menyinari jagad diri dan kehidupan,

Qalbu didatangi DutaNya untuk
Dipersiapkan menerima tugas ketuhanan
Qalb suci bermoral malaikatNya
Qalbu kotor berkarakteri setan terlaknat

Qalbu adalah penanda setiap insan
Adakah ia manusia baik atau buruk
Ia merupakan pundit rahasia batin
Samudera pengetahuan setiap manusia
Ia kunci pembuka keagunganNya
Pintu pembentang rahasia-rahasiaNya

Itulah wajah hakiki qalbumu yang sesungguhnya
Simpanlah rahasia batinmu, kau akan melihat rahasiaNya

Kebahagiaan dunia bisa diraih dengan jejak kaki
Kebahagiaan hakiki akhirat hanya bisa ditempuh dengan qalbu

Penyingkapan Agung dan tirai Makrifat terbuka oleh “laku“ qalbu
Rapor kebaikan dan keburukan setiap insani berdasar “laku“ qalbu

Manusia yang membiarkan kalbunya penuh noda hati
Selamanya tidak akan merasakan penyingkapan rahasia AgungNya

Qalbu adalah perbendaharaan agung
Modal utama setiap manusia menujuNya
Insan yang tidak memuliakan kalbunya
Akan menuai keburukan abadi di sisiNya

Qalbu adalah landasan pacu hakikat
Nilai hakiki tidak akan landing di qalbu yang kotor
Qalbu yang tidak suci berlumur hijab
Qalbu yang terhijab tidak akan Makrifatullah

Qalbu adalah media Wushul da Qurb
Keintiman denganNya juga dengan “laku“ qalbu
Hakikat kebaikan bersendikan qalbu
Kebaikan yang tidak bernurani, adalah busuk

Ilham suciNya turun di qalbu suci
Qalbu buruk adalah landasan bisikan jahat setan
Muara “laku“ qalbu adalah ridhaNya
KerelaanNya hanya berdasarkan “laku“ qalbu jernih
KemurkaanNya akibat “ulah“ qalbu
Siksa pedih akhirat juga akibat “ulah“ busuk qalbu

Qalbu adalah sentra penentu nasib
Kebahagiaan dan kesengsaraan hakiki akibat qalbu
Qalbu yang taat beroleh ridhaNya
Qalbu yang kufur, akan menuai kemurkaanNya
Qalbu yang pongah dan tersesat
Adalah qalbu yang lupa mendzikir padaNya
Wajah kebaikan qalbu adalah lurus
Wajah kesesatan qalbu, tindak kemaksiatannya

Tajamkan mata Qalbu dan pikir
Akan tersingkap keagungan rahasia ayat-ayatNya
Qalbu adalah pengantin jasad dan ruh
Hanya Qalbu Sakinah yang sambung dengan DiriNya

Lihatlah kepada “laku“ baik qalbumu
Itulah rahasia batinmu, dan modal utamamu menujuNya
Pandanglah kebaikan-kebaikanNya
Akan ditampakkan untukmu segala makna hakiki



Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 License