Sunday, March 23, 2008

Ghurur, Terperdaya oleh Diri Sendiri


Orang-orang yang terperdaya oleh dirinya sendiri dapat digolongkan ke dalam empat bagian. Tiap-tiap bagian memiliki cabang dan membentuk kelompok pula.

Bagian Pertama

Orang-orang yang hanya memikirkan ilmu lahir dan berpikir terlampau mendalam tetapi mereka melupakan dan tidak memelihara ilmu batin. Mereka merasa bangga dengan ilmu lahir yang dimilikinya, dan dengan berpikir berlebihan menganggap dirinya telah mampu membebaskan diri dari siksa Allah, dan menganggap dirinya mampu memberikan syafa’at dan tidak akan dituntut dosanya. Orang-orang semacam ini terperdaya oleh dirinya sendiri. Kalau saja mereka sadar, maka akan tahu bahwa ilmu terbagi menjadi dua, yaitu ilmu muamalah dan ilmu makrifat.

Ilmu muamalah, diantaranya mengetahui mana yang halal dan mana yang haram, mana akhlak yang baik dan mana yang buruk, serta mengetahui bagaimana cara menghilangkan sifat-sifat buruk itu dan menjauhinya. Mengetahui semua itu tidak akan ada artinya jika tidak untuk diamalkan. Apa gunanya seseorang mengetahui suatu ilmu dan cara-cara beribadah jika tidak mengerjakannya ? mengetahui bermacam maksiat dan cara menjauhinya tetapi ia sendiri tidak berusahan menjauhinya ?. Menguasai ilmu akhlak dan dapat membedakan mana yang baik dan buruk tetapi perbuatannya bertolak belakang.

Ilmu makrifat adalah orang harus mengenal empat perkara, yaitu mengenal dirinya, mengenal TuhanNya, mengenal dunia, dan mengenal akhirat. Bila seseorang telah mengenal keempat perkara ini, maka niatnya dalam segala urusan akan menjadi baik, niat untuk menempuh jalan akhirat. Maka niatnya sah dan terjauh dari berbuat kesalahan. Karena yang merusak kalbunya adalah Ghurur yang tumbuh dari kecenderungan terhadap dunia, kemegahan dan harta.

Allah berfirman dalam QS Asy Syam ayat 9 yang artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa.”

Sehubungan dengan itu, setan akan selalu berupaya membujuk kita agar menjauhi ayat di atas. Setan akan berkata : “janganlah kamu keliru, karena maksudmu adalah menginginkan dekat kepada Allah dan memperoleh pahala. Maka semuanya akan tercapai hanya dengan ilmu. Ingatlah sabda Rasulullah SAW dalam beberapa hadist, bahwa orang yang berilmu itu sangat agung.”

Jika seseorang lemah imannya, mudah terbujuk dan kurang berpikir, maka ia akan membenarkan perkataan setan itu dan merasa tentram dengan hanya memiliki ilmu tanpa berbuat amal. Inilah yang dinamakan Ghurur.

Lain halnya dengan orang yang tidak mudah terbujuk dan selalu waspada. Bujukan setan itu akan ia jawab, “hai setan, engkau hanya mengemukakan hadist yang menerangkan keagungan ilmu dan tidak mengingatkanku akan keburukan-keburukan orang alim yang enggan mengamalkan ilmunya. Yang derajatnya sama dengan himar. Engkau tida mengemukakan padaku hadist yang berbunyi : “barangsiapa bertambah ilmunya, tetapi tidak bertambah amalannya, berarti ia bertambah jauh dari Allah.”

Orang Ghurur hanya mempercantik lahiriahnya dan mengabaikan batinnya. Rasulullah SAW bersabda : “Bahwasanya Allah tidak memandang rupa dan hartamu, melainkan hati dan amalanmu.”

Mereka hanya memperbanyak ibadah lahir dengan mengabaikan pemeliharaan hati/batin. Padahal hati/batin adalah pangkal dari segala ibadah. Dan seseorang tidak akan selamat kecuali menghadap Allah dengan hati/batin yang tulus.

Bagian Kedua, golongan ahli ibadah dan ahli beramal.
Yang termasuk diantaranya adalah orang-orang yang hanya mementingkan fadilah dan sunnah, tetapi fardhu mereka abaikan. Mereka bahkan jauh sekali tenggelam dalam keadaan pertentangan berlarut-larut. Misalnya, ada orang yang selalu ragu-ragu dalam berwudhu. Mereka sangat berhati-hati dalam menggunakan air, menginginkan kesempurnaan dalam berwudhu yang telah ditetapkan sucinya oleh syara’. Mereka menentukan ihtimal-ihtimal dalam bentuk najis. Yang jauh dikatakan dekat, hingga akhirnya ia bersusah payah mencari air, dan kadang-kadang lalai mengerjakan yang fardhu.

Ada juga orang yang ragu-ragu dalam berniat melakukan shalat. Setan tidak membiarkannya memperoleh niat yang sah. Bahkan selalu mengganggunya hingga ia tidak berjamaah atau sampai keluar dari waktu shalat. Dan kalaupun ia dapat berniat, masih juga ragu-ragu, sah apa tidak niatnya. Terdapat pula orang yang ragu-ragu ketika mengucapkan takbir, sampai kadang-kadang ia merubah bunyinya. Dan keraguannya itu menjalar hingga ke seluruh bagian shalat. Mereka mengira, dengan niatnya yang susah payah telah mendapatkan kelebihan dibandingkan orang lain. Dan menyangka perbuatan seperti itu dianggap baik oleh Allah. Padahal yang demikian itu adalah perbuatan Ghurur semata.

Juga terdapat orang yang merasa ragu ketika membaca Al Fathihah dan bacaan lainnya. Perasaan selalu tertuju pada pengamatan tasydid. Perhatiannya tertuju pada pembedaan bunyi dha dan zha yang membuatnya lupa memperhatikan dan menjaga syarat-syarat dan rukun lainnya. Apalagi mengetahui arti bacaannya serta hikmah-hikmah dan rahasia shalat. Hal demikian juga termasuk Ghurur. Sebab yang diperintahkan dalam membaca ayat adalah bunyi-bunyi tulisan seperti halnya yang dipakai dalam berbicara bahasa Arab, tidak berlebih-lebihan dari yang seharusnya.

Bagian Ketiga adalah ahli tasawuf.
Ghurur dari golongan ini banyak pula macamnya, terutama ahli tasawuf di masa kini, kecuali yang dipelihara oleh Allah SWT, antara lain, orang yang merasa dirinya memiliki ilmu makrifat dan telah mampu melihat Tuhan dengan hatinya, telah melalui beberapa tingkatan ahwal dan menggunakan istilah yang berlainan dengan ilmu tasawuf. Mereka menganggap dirinya dekat dengan Allah, padahal mereka hanya mengetahui namaNya, yang mereka dengan dari lafal-lafal yang dapat menjadikan sesat dan keliru.

Dengan semua itu mereka menganggap memiliki ilmu tertinggi dari umat sejak awal hingga akhir. Mereka memandang rendah dan hina para ahli fiqih, ahli tafsir, ahli hadis dan ulama, lebih-lebih kepada orang awam. Manusia awam dipandangnya sebagai hewan piaraan. Disebabkan Ghururnya itulah mengakibatkan petani awam meninggalkan sawahnya, penenun meninggalkan garapannya. Setiap hari mereka hanya bergaul dengan para ahli tasawuf palsu itu dan mendengarkan ucapan-ucapannya ang tidak ada artinya sama sekali. Kata-kata itu seolah-olah wahyu dari langit; rahasia-rahasia yang tersembunyi. Ucapannya pun merendahkan para ahli ibadah dan ahli ilmu.

Terhadap ahli ibadah, ia mengatakan bahwa mengerjakan ibadah hanya membuat tubuh kepayahan. Terhadap ahli ilmu, ia mengatakan bahwa orang-orang yang memperbincangkan ilmu adalah orang-orang yang tertutup dari Allah.

Selanjutnya, mereka mengaku, hanya merekalah yang telah sampai kepada Allah dengan mencapai tingkatan muqarrabin. Sedangkan sesungguhnya Allah memandang mereka sebagai golongan orang fasik dan munafik. Dan bagi orang-orang yang bersih hatinya dan pandai, mereka dipandang sebagai manusia dungu, tidak waras, tertipu. Sama sekali tidak memiliki ilmu tauhid, fiqih dan tasawuf yang benar. Mereka benar-benar tidak memiliki didikan untuk bermujahadah dan tidak beramal mencari keridhaan Allah serta melupakan zikir, yang membuatnya selalu menuruti keinginan nafsu syahwat dan menerima ucapan-ucapan yang tidak berarti.

Terdapat pula golongan yang menghabiskan waktunya untuk mengajar akhlak dan membersihkan diri dar segala macam celaan. Akan tetapi terlalu berlebihan sehingga secara terus-menerus mereka mencari keaiban dirinya dan mengkaji tipu dayanya, sehinga menjadi pekerjaan rutin. Segalanya untuk hal-hal seperti itu, sama halnya dengan orang yang selalu membayangkan dan menghitung bahaya-bahaya dalam menunaikan ibadah haji, yang kemudian ia tidak jadi melaksanakannya.


Bagian Keempat, golongan hartawan.
Macam diantaranya adalah orang yang suka bersedekah terhadap fakir miskin tetapi menginginkan kesaksian orang banyak. Dan fakir miskin yang disenangi adalah yang mau menceritakannya dan memujinya. Tetapi bersedekah di hadapan orang banyak dengan maksud memberi teladan dan untuk mengetuk hati orang lain adalah baik. Karenanya, dalam hal seperti itu yang penting adalah niatnya.

Ada juga golongan yang gemar mempergunakan harta kekayaannya untuk menunaikan ibadah haji. Berulang kali mereka menunaikan ibadah haji, sedang tetangganya banyak yang kelaparan. Kaitan dengan hal ini, Ibnu Mas’ud berkata “kelak pada akhir jaman banyak orang melakukan ibadah haji dengan mudah. Tetapi mereka tidak mendapatkan pahala, sebab tidak memperdulikan tetangganya yang kesulitan, bahkan menyapapun tidak.” Sebab dasar hukum menolong kesusahan tetangga terdekat adalah wajib, dan menunaikan ibadah haji untuk yang kedua kali dan seterusnya adalah sunnah.

Terdapat pula golongan yang memiliki banyak uang. Ia kewalahan menjaga dan menahan uangnya agar tidak dibelanjakan, karena sayang pada uang tersebut. Dalam beribadah, mereka memilih ibadah yang dapat dikerjakan oleh anggota badan, enggan mengeluarkan uang. Mereka banyak berpuasa sunnah dan mengerjakan shalat sunnah pada malam hari, dan terkadang khataman membaca Al Qur’an. Namun mengeluarkan uang untuk jihad, membantu masjid dan madrasah, membantu rumah yatim, mereka sangat kikir. Mereka itu termasuk Ghurur sebab meninggalkan amalan yang lebih penting dan dibutuhkan.
[Sumber : Kitab Minhajul Abidin, Syaikh Hujatul Islam Muhammad Al Ghazali]

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 License

2 comments:

Anonymous said...

astaghfirullahal'adzim
mudah2an diampuni apabila telah dihinggapi sikap ghurur.
dan dijauhkan perjalanan hidup hari ini dan esok dari sikap ghurur. aamiin

Fitri K DJuwono said...

aamien kang hadi.. semoga Allah Berkenan selalu Menjaga diri dan keluarga serta para sahabat dari sikap ghurur, aamien..