Pahala Allah SWT yang dianugerahkan kepada hambaNya di dunia bermacam ragam, misalnya, perasaan bahagia dan lezat ketika menjalankan taat dan ibadah. Tidak akan seseorang itu slalu rajin berjaga malam untuk qiyamullail, berzikir dan membaca Al Qur’an -di kala manusia pada umumnya terlena dan lelap tidur, melainkan telah ada rasa bahagia dan lezat di dalam hatinya untuk menjalankan ketaatan tersebut.
Apabila kita benar-benar tekun dan istiqomah beramal dan beribadat kepada Allah SWT, disamping kita mengharapkan keridhaanNya dalam melaksanakan ketaatan kepadaNya, sehingga walaupun ketaatan kita itu banyak kekurangan disana-sini, maka demi ridhaNya [adalah harapan utama] amalan taat kita itu diterima olehNya. Dan sudah tentu, kita mendapatkan pahala-pahala dan balasan-balasan kebaikan baik di dunia apalagi di akhirat, dengan kemurahanNya. Dan bukan nikmat keridhaan saja yang kita dapatkan di dunia ini, tetapi pada hakikatnya, nikmat keridhaan itu dapat ditandai dengan penghayatan kita dalam melaksanakan ibadat dan taat, dengan tentram hati, tenang jiwa dan manisnya iman dalam pelaksanaan taat dan ibadat itu. Itulah salah satu pertanda, bahwa seseorang tersebut sudah dekat dengan Allah SWT.
Syekh Ibnu Athaillah Al Iskandari dalam kalam hikmahnya : “cukuplah pada orang-orang yang beramal sebagai balasan [kebaikan] sesuatu dimana membukakan hati mereka pada mentaati Allah. Dan cukuplah pada mereka sebagai balasan [kebaikan] sesuatu yang mendatangkan atas hati mereka berupa adanya kejinakan dan kelapangan hati terhadap Allah SWT.”
Kalam hikmah ini mengandung dua pengertian.
Pertama, hendaklah kita fahami bahwa apabila kita berbuat sesuatu benar-benar karena Allah SWT bukan karena selainNya, InsyaAllah pasti Dia akan membukakan hati kita dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat dalam jalan kita menuju Allah sebagai pendekatan kita kepadaNya. Bahkan bukan hanya itu saja, tetapi Allah juga memberikan petunjuk-petunjuk kepada kita sebagai pemberian ketuhanan, bahkan juga tidak mustahil kita akan menerima ilham-ilhman daripadaNya dan kemanisan lemah-lembut dihadapanNya. Apabila sudah demikian keadaannya, berarti sudah ada tanda-tanda keridhaan yang besar di sisi Allah SWT. Dengan demikian berarti seorang hamba telah dapat merasakan manisnya berdialog antara dirinya dengan Allah SWT.
Sebagian ulama Tasawuf mengatakan, “Tidak ada di dunia sesuatu yang dapat menyamai nikmat surga, selain apa yang didapatkan oleh orang-orang yang hatinya selalu berhubungan rapat dengan Allah, dimana pada malam harinya ia merasakan kelezatan berdialog denganNya. Justru karena itu maka perkataan ini dapat ditafsirkan dengan kata sebahagian mereka, bahwa berlemah-lembut terhadap yang dicintai dan berdialog yang mengandung harapan dan permohonan terhadap yang paling dekat di dunia, [perasaan yang demikian] bukanlah dari dunia, ia adalah dari surga, ia muncul pada hamba-hamba Allah yang shaleh di dunia dimana perasaan itu tidak ada yang mengenal selain mereka.”
Demikianlah perasaan dalam gambaran penghayatan batiniah hamba-hamba Allah yang hatinya selalu terikat dan teringat kepada Allah SWT. Perasaan yang demikian itulah yang dimaksud dengan Hal Al Wujdan wa Al Zauq.
Pengaruh yang demikian kuat di dalam hati mereka menyebabkan mereka itu lupa kepada zahiriahnya. Misalnya seorang sahabat Nabi SAW bernama ‘Urwah bin Zubair r.a., karena asyik mengerjakan shalat sehingga saat kakinya diamputasi oleh tabib disebabkan penyakit berjangkit, ia tidak merasakan apa-apa dan tidak sadar bahwa kakinya telah diamputasi. Demikianlah gambaran kelezatan perasaan yang dihayati oleh seluruh badan lahir dan batin, sehingga perasaan sedemikian rupa melebihi atas lahiriah-lahiriah yang terjadi.
Kedua, suatu amal ibadah jika telah berkesan dalam tubuh manusia, maka ia akan melahirkan kecintaan yang mendalam pula kepada Allah SWT, sebagaimana Kalamullah yang berarti : “Orang-orang yang beriman dan mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik [taat kepada Allah SWT] sesungguhnya Allah yang Maha Pemurah akan memberikan kecintaan kepada mereka.” [QS Maryam : 96]
Maksudnya adalah, kecintaan antara mereka dengan Allah SWT dan kecintaan antara mereka dan sesama mereka. Maha Besar Allah SWT atas firmanNya dan benar terjadi dalam realita keseharian. Sesungguhnya hamba-hambaNya yang benar-benar menjalankan agamaNya, maka orang itu akan dibantu oleh Allah SWT, dan segala urusannya dimudahkan olehNya. Itulah yang dimaksudkan dengan hadis Nabi SAW : “Apabila Allah SWT telah mencintai hambaNya, maka Allah menyeru kepada Jibril [dengan memberitahu] : sesungguhnya Aku mencintai si Fulan, justru orang itu dicintai [pula] oleh Jibril. Kemudian Jibril menyeru kepada ahli langit : sesungguhnya Allah mencintai si Fulan, maka cintailah dia itu oleh kalian, maka diterimalah dia sebagai orang yang dicintai di permukaan bumi.”
Hadis Nabi SAW di atas apabila kita renungkan dengan mendalam, akan selaras dengan ucapan Sayidina Ali r.a. : “Barangsiapa yang inginkan kekayaan tanpa harta dan inginkan kemegahan tanpa kaum, maka hendaklah orang itu berpindah dari kehinaan maksiat kepada kemuliaan taat.”
Hal ini adalah benar-benar menjadi kenyataan. Kita lihat ulama yang benar-benar berjuang mengamalkan ilmunya dan membimbing umat manusia ke jalan Allah SWT, disamping benar-benar menjunjung tinggi kalimat Allah, kita lihat para ulama itu dihormati dan dimuliakan orang banyak. Padahal mereka tidak mencari pengaruh dan mereka tidak mempengaruhi orang untuk mengikutinya. Disamping itu pula tidak pernah putus rejeki, bahkan selalu diliputi oleh rejeki yang murah dan melimpah, tanpa mempunyai modal untuk menghasilkan laba, seperti pada saudagar dan orang-orang yang berjuang mencari uang dan harta duniawi.
Beberapa rumusan yang dapat dijadikan i’tibar dari kalam hikmah tersebut di atas adalah :
Amal ibadah dan perjuangan-perjuangan yang baik, karena melaksanakan perintah Allah SWT akan diberikan pahala kebaikan oleh Allah dalam tiga sifat.
Pertama, pahala berupa kebaikan sebelum beramal. Maksudnya adalah taufiq Allah SWT diimana dengan itu kita dapat beramal. Jadi beramal itu adalah mensyukuri Allah atas nikmat yang demikian.
Kedua, pahala kebaikan setelah beramal. Maksudnya amalan itu diterima oleh Allah dan hati kita gembira bahwa kita telah beramal dengan baik. Kegembiraan itu berarti mensyukuri nikmat Allah. Apalagi jika kita melihat kepada pahala-pahala amal kebaikan di akhirat yaitu surga Jannatun-Na’im, disamping pula ganjaran kebaikan yang dikaruniakan Allah di dunia ini seperti keterangan di atas tadi.
Ketiga, balasan amal yang sifatnya hati kita terarah kepada waktu-waktu berikutnya, masa-masa selanjutnya dan zaman-zaman yang akan datang, dimana kita ingin menyempurnakan amal dengan lebih sempurna dan lebih baik. Adanya perasaan demikian, juga merupakan ganjaran kebaikan dari Allah karena amal ibadah kita sebelumnya.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 License