Thursday, September 20, 2007

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. [ QS Al Hadid : 20 ]

Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan. [QS Yunus : 7-8]

Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal (nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya). [QS An Naazi’aat : 37-41]

Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun. [QS An Nisaa : 77]



Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License

.

Menjernihkan Hati

Syekh Abdul Qadir Jaelani
Pengajian Jum’at pagi, 12 Dzi al Hijjah 545 H, Madinah


“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” [QS Al Baqarah : 201]

Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya hati ini benar-benar berkarat dan sesungguhnya [cara] menjernihkannya adalah [dengan] membaca Al Quran, mengingat mati dan menghadiri majelis-majelis zikir.”

Hati itu berkarat, jika memang si pemiliknya menyadari apa yang telah digambarkan oleh Nabi SAW di atas. Jika tidak, maka ia akan berubah hitam kelam. Ia menghitam karena jauh dari [pancaran] cahaya. Ia menghitam karena kecintaannya pada dunia dan kepemilikannya tanpa sikap wara’. Memang, barang siapa yang di dalam hatinya sudah bercokol kuat kecintaan pada dunia, maka hilanglah rasa wara’ nya. Ia menjadi sembarangan mengumpulkan duniawi dari yang halal dan haram. Kesadaran untuk memilah dalam mengumpulkan harta telah hilang, dan rasa malunya pada Tuhan-nya dan pengawasanNya telah lenyap.

Wahai manusia ! terimalah resep Nabi kalian dan segeralah menjernihkan hati kalian dengan obat yang telah beliau deskripsikan pada kalian. Jikalau salah seorang di antara kalian terserang sakit, lalu dokter memberinya resep obat padanya, tentu saja hidupnya akan berubah dan akan langsung menggunakannya.

Awasilah selalu Allah dalam kesendirian dan keramaianmu. Jadikanlah Ia pusat pandangmu hingga kalian seolah-olah melihatNya, dan jika kalian tidak bisa melihatNya, maka [ingatlah selalu] bahwasanya Dia Melihatmu. Barang siapa yang berzikir menyebut Allah ‘Azza wa Jalla dengan hatinya, maka ia benar-benar seorang pezikir, dan tidaklah disebut pezikir orang yang tidak berzikir menyebutNya dengan hatinya. Lisan [bibir] adalah pemuda hati dan subordinatnya. Senantiasalah menyimak petuah, sebab jika hati absen dari petuah, maka ia menjadi buta.

Hakikat taubat adalah mengagungkan perintah Al Haqq ‘Azza wa Jalla dalam segala kondisi. Sebagian kaum [shaleh] menuturkan “segala kebaikan [terangkum] dalam dua kata : pengagungan perintah Allah ‘Azza wa Jalla dan cinta kasih pada makhlukNya. Setiap orang yang tidak mengagungkan perintah Allah ‘Azza wa Jalla dan tidak menyayangi makhluk Allah, maka ia jauh dari Allah.” Allah mewahyukan pada Musa AS, “sayangilah [makhluk-Ku] hingga Aku menyayangimu, maka ia pun akan Ku sayangi dan akan Ku masukkan ke dalam surga Ku.” Sungguh beruntung orang yang penyayang [tetapi kalian, wahai manusia] umur kalian sia-sia dalam perilaku, “mereka makan, kami juga makan, mereka minum, kami juga minum, mereka berpakaian, kami juga berpakaian …”

Barangsiapa yang menginginkan kebahagiaan, maka sebarkanlah nafsu dirinya dari [mengkonsumsi] hal-hal yang haram, syubhat dan syahwat. Juga hendaklah ia bersabar menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi laranganNya, serta menyetujui takdirNya. Kaum shaleh senantiasa bersabar bersama Allah SWT dan tidak bersabar dariNya. Mereka bersabar demi Dia dan didalamNya. Mereka bersabar agar bisa bersamaNya. Mereka hanya memohon agar Dia berkenan menganugerahkan pada mereka kedekatan denganNya. Mereka keluar dari rumah-rumah hawa nafsu dan tabiat mereka serta senantiasa membawa syara’ bersamanya. Mereka berjalan menuju Tuhannya. Meskipun menemui petaka, kesusahan, penderitaan, musibah, mendung, masalah, lapar, dahaga, ketelanjangan, kenistaan dan kehinaan, mereka tetap tidak memperdulikannya dan tidak urung kembali [membatalkan] perjalanan mereka, serta tidak berubah sedikitpun dari lintasan yang mereka lalui. Mereka terus maju ke depan tanpa sedikit pun melambatkan perjalanan mereka. Mereka terus berbuat demikian hingga kekekalan hati dan qalib [fisik] bisa dicapainya.

Wahai manusia ! berusahalah bertemu dengan Al Haqq ‘Azza wa jalla dan malulah denganNya jika belum menemuiNya. Rasa malu orang Mukmin pada Allah SWT, kemudian pada makhluknya hanya terkait dengan masalah agama dan pelanggaran batasan syara’. Ia tidak boleh malu, apalagi minder dalam [menjalankan] agama Allah, menegakkan ketentuan-ketentuanNya dan melaksanakan perintahNya.

“Dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk [menjalankan] agama Allah.” [QS An Nur : 2]

Barang siapa yang benar-benar mengikuti Rasulullah SAW, maka beliau akan memakaikannya baju besi dan topi perang, menyerahkan beliau kepadanya, membekali kesantunan perilaku dan akhlak beliau, serta memakaikannya jubah kebesarannya. Beliau juga sangat senang dengannya sebagai sosok umatnya dan bersyukur pada Allah SWT atas hal tersebut. Beliau kemudian mengangkatnya sebagai deputinya dalam komunitas umatnya, serta pembimbing jalan menuju Al Haqq ‘Azza wa Jalla. Maka tatkala Al Haq ‘Azza wa Jalla menjemput ajalnya, maka Diapun mengangkat salah seorang umatnya untuk menggantikan [tugas]nya. Orang-orang inilah yang merupakan manusia-manusia pilihan, jumlahnya hanya 1 berbanding 1 juta jiwa. Mereka membimbing manusia dan bersabar menghadapai siksaan sambil terus memberi nasihat pada mereka. Mereka tersenyum di muka kaum munafik dan durjana, serta memikat mereka dengan segala upaya demi membersihkan kotoran yang ada dalam diri mereka untuk kemudian menggandeng mereka menuju pintu Tuhan mereka ‘Azza wa Jalla.

Diriwayatkan dari beberapa kaum shaleh, “Tidak tertawa di depan muka orang fasik kecuali orang yang arif.” Ia tertawa di depan si fasik dan memperlihatkan kepadanya bahwa ia memang tidak mengenalnya, namun ia mengetahui kebobrokan rumah agamanya dan kehitaman muka hatinya oleh gumpalan daki dan kotoran. Orang yang fasik dan munafik menyangka bahwa keduanya bisa menyembunyikan perkara mereka dari orang arif dan ia pun tidak mengetahui mereka. Sungguh tidak, sekali lagi tidak ada kemuliaan sedikitpun pada mereka. Mereka tidak dapat bersembunyi dari orang arif, karena ia mengetahui mereka hanya dengan lirikan, tatapan, kata dan gerakannya. Ia bisa melihat lahir dan batin mereka. Tidak diragukan lagi, celakalah bagi kalian. Kalian pikir, kalian bisa menyembunyikan kebusukan kalian dari kaum shidiqqin yang arif dan alim ? sampai kapan kalian akan mensia-siakan usia dalam kehampaan ? carilah orang yang dapat membimbingmu menuju jalan akherat, hai orang yang tersesat !

Allah Maha Besar di atas kalian, hai orang-orang yang mati hati dan musyrik dengan sarana-sarana duniawi ! kalian juga, hai para penyembah berhala ! kekuatan dan daya mereka, pekerjaan, modal, penguasa negeri dan arah-arah yang mereka tuju, sesungguhnya mereka terhijab dari Allah SWT. Setiap orang yang memandang kemudaratan dan kemanfaat berasal dari selain Allah SWT, maka ia bukanlah hambaNya, akan tetapi ia adalah hamba yang memandang hal itu [kemudaratan dan kemanfaatan] sebagai berasal darinya. Hari ini [di dunia], mereka telah berada dalam api Neraka Jahanam. Tidak ada orang yang bisa selamat dari Neraka Allah ‘Azza wa Jalla kecuali orang-orang yang bertakwa, mengesakan ikhlas, dan orang-orang yang bertaubat.

Bertaubatlah dengan hatimu, baru kemudian dengan lisanmu. Taubat merupakan inti perubahan, yang merubah kuasa hawa nafsu, setan dan kolega-kolegamu yang buruk. Jika engkau bertaubat, maka ubahlah fungsi pendengaran, penglihatan, lisan, hati dan seluruh anggota tubuhmu. Murnikanlah makanan dan minumanmu dari kotoran haram dan syubhat. Suburkanlah rasa wara’mu dalam pekerjaan, dan jual belimu. Jadikanlah citamu hanya tertuju pada Al Mawla junjunganmu ‘Azza wa Jalla. Hapuslah kebiasaanmu dan gantikan tempatnya dengan beribadah. Hapuskanlah kemaksiatan dan gantikan ia dengan ketaatan. Lalu carilah hakikat dengan tetap memegang keshahihan syariat dan kesaksiannya, sebab setiap hakikat yang tidak dipersaksikan oleh syariat, maka ia adalah ke-zindiq-an.

Jika instruksi ini telah engkau realisasikan, maka akan datang padamu kefanaan dari akhlak yang tercela dan dari memandang seluruh makhluk. Ketika itulah, lahirmu akan terpelihara dan batinmu sibuk dengan Tuhanmu ‘Azza wa Jalla. Jika hal ini telah mewujud sempurna dalam dirimu, maka dunia akan datang di hadapanmu dengan sisi-sisinya, lalu menempatkanmu sebagai bagiannya, dan seluruh makhluk mengikutimu, dari yang pertama hingga yang akhir. Semua itu tidak akan mudarat bagimu serta tidak akan mengubahmu dari pintu Al Mawla Junjunganmu ‘Azza wa Jalla, sebab engkau telah berdiri bersamaNya, menerimaNya, dan asyik tenggelam denganNya, memandang kebesaran dan keindahanNya. Engkau hancur tercerai-berai, ketika memandang kebesaranNya, lalu engkau menyatu kembali, ketika memandang keindahanNya. Engkau takut ketika menatap kebesaranNya, serta berharap ketika menatap keindahanNya. Bergetar ketika menyaksikan kebesaranNya, dan kokoh ketika menyaksikan keindahanNya. Sungguh bahagia orang yang telah mencicipi makanan ini.

Ya Allah berilah kami makan dari makanan kedekatan-Mu dan minumilah kami dengan minuman kemesraan-Mu.

“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” [QS Al Baqarah : 201]


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License

Tuesday, September 4, 2007

Syair Rabi'ah Al Adawiyah

Syair ke-1 s/d ke-9

1
Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cintaMu
Hingga tak ada sesuatupun yang menggangguku dalam jumpaMu
Tuhanku, bintang-gemintang berkelap-kelip
Manusia terlena dalam buai tidur lelap
Pintu-pintu istana pun telah rapat tertutup
Tuhanku, demikian malampun berlalu
Dan inilah siang datang menjelang
Aku menjadi resah gelisah
Apakah persembahan malamku Kau Terima
Hingga aku berhak mereguk bahagia
Ataukah itu Kau Tolak, hingga aku dihimpit duka,
Demi kemahakuasaan-Mua
Inilah yang akan selalu ku lakukan
Selama Kau Beri aku kehidupan
Demi kemanusiaan-Mu,
Andai Kau Usir aku dari pintuMu
Aku tak akan pergi berlalu
Karena cintaku padaMu sepenuh kalbu

2
Ya Allah, apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di dunia ini,
Berikanlah kepada musuh-musuhMu
Dan apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di akhirat nanti,
Berikanlah kepada sahabat-sahabatMu
Karena Engkau sendiri, cukuplah bagiku

3
Aku mengabdi kepada Tuhan
Bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku padaNya
Ya Allah, jika aku menyembahMu
Karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembahMu
Karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembahMu
Demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajahMu
Yang abadi padaku


4
Ya Allah
Semua jerih payahku
Dan semua hasratku di antara segala
Kesenangan-kesenangan
Di dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau
Dan di akhirat nanti, diantara segala kesenangan
Adalah untuk berjumpa denganMu
Begitu halnya dengan diriku
Seperti yang telah Kau katakana
Kini, perbuatlah seperti yang Engkau Kehendaki

5
Aku mencintaiMu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena diriMu
Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingatMu
Cinta karena diriMu, adalah keadaanMu mengungkapkan tabir
Hingga Engkau ku lihat
Baik untuk ini maupun untuk itu
Pujian bukanlah bagiku
BagiMu pujian untuk semua itu

6
Buah hatiku, hanya Engkau yang kukasihi
Beri ampunlah pembuat dosa yang datang kehadiratMu
Engkaulah harapanku, kebahagiaan dan kesenanganku
Hatiku telah enggan mencintai selain dari Engkau

7
Hatiku tenteram dan damai jika aku diam sendiri
Ketika Kekasih bersamaku
CintaNya padaku tak pernah terbagi
Dan dengan benda yang fana selalu mengujiku
Kapan dapat kurenungi keindahanNya
Dia akan menjadi mihrabku
Dan rahasiaNya menjadi kiblatku
Bila aku mati karena cinta, sebelum terpuaskan
Akan tersiksa dan lukalah aku di dunia ini
O, penawar jiwaku
Hatiku adalah santapan yang tersaji bagi mauMu
Barulah jiwaku pulih jika telah bersatu dengan Mu
O, sukacita dan nyawaku, semoga kekallah
Jiwaku, Kaulah sumber hidupku
Dan dariMu jua birahiku berasal
Dari semua benda fana di dunia ini
Dariku telah tercerah
Hasratku adalah bersatu denganMu
Melabuhkan rindu

8
Sendiri daku bersama Cintaku
Waktu rahasia yang lebih lembut dari udara petang
Lintas dan penglihatan batin
Melimpahkan karunia atas doaku
Memahkotaiku, hingga enyahlah yang lain, sirna
Antara takjub atas keindahan dan keagunganNya
Dalam semerbak tiada tara
Aku berdiri dalam asyik-masyuk yang bisu
Ku saksikan yang datang dan pergi dalam kalbu
Lihat, dalam wajahNya
Tercampur segenap pesona dan karunia
Seluruh keindahan menyatu
Dalam wajahNya yang sempurna
Lihat Dia, yang akan berkata
“Tiada Tuhan selain Dia, dan Dialah Yang maha Mulia.”


9
Rasa riangku, rinduku, lindunganku,
Teman, penolong dan tujuanku,
Kaulah karibku, dan rindu padaMu
Meneguhkan daku
Apa bukan padaMu aku ini merindu
O, nyawa dan sahabatku
Aku remuk di rongga bumi ini
Telah banyak karunia Kau berikan
Telah banyak..
Namun tak ku butuh pahala
Pemberian ataupun pertolongan
CintaMu semata meliput
Rindu dan bahagiaku
Ia mengalir di mata kalbuku yang dahaga
Adapun di sisiMu aku telah tiada
Kau bikin dada kerontang ini meluas hijau
Kau adalah rasa riangku
Kau tegak dalam diriku
Jika akku telah memenuhiMu
O, rindu hatiku, aku pun bahagia


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License

Haji

Kanjeng Sunan Maulana Maghribi
Suluk Wujil

Samana ngling Molana Maghribi
Singgih pakanira awangsul
Nora ing Mekah rekeh
Ing Mekah kulon iku
Mekah tiron wastanireki
Watu ingkang kinarya
Pangadhepan iku
Nabi Ibrahim akarya
Nusa Jawa yen tuwan tingala kapir

Lan tuwan awangsul
Nora ana weruh ing Mekah iki
Alit mila teka ing awayah
Mang tekaa parane
Yen ana sangunipun
Tekeng Mekah tur dadi wali
Sangunipun alarang
Dahat dening ewuh
Dudu srepi dudu dinar
Sangunipun kang sura lagaweng pati
Sabar lila ing donya


Artinya :
Maulana Maghribi berkata demikian,
“Baiklah engaku kembali,
yang engkau cari tidak ada di Mekah,
Mekah yang terletak di barat [nusa jawa] itu,
Mekah tiruan namanya,
Batu yang dibuat,
sebagai tempat menghadap,
adalah buatan Nabi Ibrahim,
jika nusa jawa engkau tinggalkan,akan menjadi kafir.

Tak ada orang yang tahu,
Dimana Mekah yang sebenarnya,
Meski ia harus berjalan,
Dari kecil hingga tua,
Tak akan mencapai tujuan,
Jika ada bekalnya,
Sampai di Mekah dan menjadi wali,
Maka bekalnya sangat mahal,
Sukar diperoleh,
Bukan rupiah maupun dinar bekal tersebut,
Tapi keberanian, kesanggupan mati,
Dan sabar serta ikhlas di dunia.”


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License



Serat Nitisruni

Pupuh Dhandhanggula, 11-14
Kanjeng Syekh Siti Jenar & Kanjeng Sunan Kalijogo

Surasanya kang pinurweng ruwi
Kang minangka lenggahuing pandhita
Yen sampun leres rarase
Nulusa raosipun
Jroning nala tanpa ling-aling
Dening sampun waspada
Dununging panebut
Atanapi kang sinembah
Dadi gambuh ngambuh ing kaanan jati
Jati mulyeng kasidan
Rarasing kang mangkana sayekti
Tan kabuki neng manahing janma
Kang tanpa pangawikane
Muwah kang mudha punggung
Bodho bundhu datanpa budi
Marmanira kumedah
Tyas kalaten atul
Met tuladha puruhita
Maring para pandhita putusing jati
Jatining kanindhitan
Kartaning tyas yen wus tekeng jati
Pan wus sirna reregeding angga
Ruwat sagung mamalane
Kadi sarira ayu
Kang mangkana yeka manawi
Trus prapteng jero jaba
Babarane jumbuh
Ning wening tan kawoworan
Ing satemah pan wus keni den wastani
Syuh sirna manungsanya
Tatelane kang mangkono yekti
Wus tan ana Gusti lan kawula
Saking wus sirna rasane
Dene ta kang tan weruh
Ing pangawruh kang wus jinarwi
Ta kena cinarita
Caraning tumuwuh
Wit wus kebak mesi wisa
Mung duraka kewala kang den raketi
Beda kang wus sentosa

Artinya :
Maksud ajaran yang permulaan
Mengenai kedudukan pendeta
Bilamana sudah benar sesuai [penempatannya]
Jujurnya perasaan
Di dalam hati tiada akhir
Karena sudah waspada
Kedudukannya yang menyembah
Dan yang disembah
Menjadi biasa dalam keberadaan sejati
Menjadi mulia yang sebenarnya
Selarasnya yang demikian itu sebenarnya
Tidak terbuka dalam hati manusia
Yang tanpa pengetahuan
Dan yang masih bodoh
Sungguh bodoh pemikirannya
Oleh karena itu haruslah
Hati terus berusaha
Mengambil teladan guru
Kepada para pendeta yang mahir
Sebagai kemuliaan sejati
Maksud rasa hati yang sudah sampai
Pada kebenaran
Kotoran diri yang sudah sirna
Mencegah segala yang tidak baik
Bagaikan tubuh yang cantik
Yang demikian itu bilamana
Sudah sampai luar dalam
Akhirnya selaras
Bersih tak bercampur
Dalam suasana yang indah yang disebut
Benar-benar sirna sifat manusiawinya
Jelas sekali sebenarnya yang demikian itu
Sudah tak ada gusti dan hamba
Karena sudah sirna rasanya
Sedangkan bagi yang tidak tahu
Pengetahuan yang diuraikan
Tak dapat diceritakan
Bagaimana cara hidupnya
Sudah penuh bisa
Hanya kedurhakaan yang dilakukan
Lain halnya bagi yang sudah kokoh budinya.



Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License

Tawakal

Menurut Al Quran, seruan kepada manusia untuk bertawakal kepada Allah SWT dikaitkan dengan berbagai nilai keagamaan dan kehidupan adalah :

1. Tawakal dikaitkan dengan sikap keimanan kepada Allah SWT [QS Al Maidah (5): 23] dan sikap pasrah kepadaNya [QS Yunus (10) : 84];

2. Tawakal kepada Allah SWT diperlukan setiap kali sehabis mengambil keputusan penting [khususnya keputusan yang menyangkut orang banyak melalui musyawarah], guna memperoleh keteguhan hati dan ketabahan dalam melaksanakannya, serta tidak mudah mengubah keputusan itu [QS Ali Imran (3) : 159 ];

3. Tawakal juga dilakukan agar keteguhan jiwa menghadapi lawan dan agar perhatian kepada usaha untuk menegakkan kebenaran tidak terpecah karena adanya lawan itu, dengan keyakinan bahwa Tuhanlah yang akan melindungi dan menjaga kita [QS An Nisa’ (4) : 81];

4. Tawakal juga diperlukan untuk mendukung perdamaian antara sesama manusia, terutama jika perdamaian itu juga dikehendaki oleh mereka yang memusuhi kita [QS Al Anfal (8) : 61];

5. Sikap mempercayakan diri kepada Tuhan juga merupakan konsistensi keyakinan bahwa segala sesuatu akan kembali kepadaNya dan bahwa kita harus menyembah Dia Yang Maha Esa itu saja [QS Hud (11) : 123];

6. Tawakal kepada Allah SWT juga dilakukan karena Dialah Yang Maha Hidup dan tidak akan mati. Dialah Realitas Mutlak dan Maha Suci, yang senantiasa memperhitungkan perbuatan hamba-hambaNya [QS Al Furqan (25) : 58];

7. Kita bertawakal kepada Allah SWT karena Dialah Yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana. Dengan tawakal kita menghapus kekhawatiran kepada Pencipta kita sendiri dengan segala kemuliaan dan kebijaksanaanNya [QS As Syu’ara (26) : 217];

8. Tawakal diperlukan untuk meneguhkan hati jika memang seseorang yakin, dengan tulus dan ikhlas, bahwa dia berada dalam kebenaran [QS Al Naml (27) : 79].

Semua nilai tersebut di atas memiliki kesamaan semangat, yaitu semangat harapan kepada Allah SWT, maka jika takwa melandasi kesadaran berbuat baik demi ridhaNya, tawakal menyediakan sumber kekuatan jiwa dan keteguhan hati menempuh hidup yang penuh tantangan dan tidak seluruhnya dapat dipahami ini, terutama dalam perjuangan memperoleh ridhaNya.

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License



Jenis-Jenis Hati

Diriwayatkan oleh Ibnu Katsir dari Hasan, Rasulullah SAW bersabda :
“hati itu terdiri dari empat macam. Yaitu hati yang bersih di dalamnya seperti pelita yang terang benderang; hati yang tertutup yang terikat pada tutupnya; hatiyang terbalik; dan hati yang berlapis. Hati yang bersih adalah hati milik orang mukmin. Pelitanya adalah cahaya yang ada di dalamnya. Hati yang tertutup adalah hati orang kafir. Hati yang terbalik adalah hati orang yang munafik, ia tahu kemudian ingkar. Sedangkan hati yang berlapis adalah hati yang di dalamnya terdapat iman dan kemunafikan. Iman yang terdapat dalam hati tersebut bagaikan sayur yang memperoleh siraman air yang segar. Sedangkan kemunafikan yang ada di dalamnya bagai bisul yang penuh dengan nanah dan darah. Yang mana di antara dua yang dapat mengalahkan yang lain, maka itulah pemenangnya.”


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License

Keinginan Berlebih-lebihan Dapat Membutakan Mata Hati

Bagaimana mungkin hati dapat memancarkan cahaya, sedangkan di dalamnya terlukis gambaran duniawi. Atau, bagaimana mungkin hati dapat menuju Allah kalau ia masih terikat oleh syahwat [keinginan]. Bagaimana hati akan mempunyai keinginan yang kuat agar masuk kepada kehadirat Allah, padahal hatinya belum suci dari ‘janabah’ kelalaiannya. Atau, bagaimana bisa berharap agar mengerti rahasia-rahasia yang halus, padahal ia belum bertaubat untuk menebus kesalahannya. [Syekh Ibnu Atho’illah]



Orang yang beriman tentu menginginkan hatinya dapat memancarkan cahaya untuk mengenal Allah dengan penglihatan indra keenam. Namun hal itu tidak akan dapat dirasakannya jika di dalam hati masih ada goresan-goresan gambaran keadaan dunia. Liku-liku kehidupan yang hanya semu. Goresan-goresan tentang liku-liku kehidupan yang masih menempel di dalam hati bisa menyebabkan kegelapan kalbu. Jika hati menjadi gelap, tidak mungkin dapat memancarkan cahaya. Sinar keimanan tidak dapat menembusnya. Indra keenam menjadi tumpul.

Agar hati dan indra keenam dapat bercahaya, dan dapat mengenal keajaiban-keajaiban Allah, yang harus diperhatikan adalah hendaknya goresan tentang dunia yang dipandang oleh mata yang kemudian menempel di dalam hati haruslah disingkirkan. Hal itu merupakan belenggu nafsu. Selama nafsu membelenggu hati, maka jangan diharapkan dapat sampai kepada Allah. Jangan berharap dapat melihat keajaiban-keajaiban. Di dalam Al Quran diterangkan, “Dan adapun orang-orang yang takut terhadap kebesaran Tuhannya dan mau menahan hawa nafsu dari keinginannya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” [QS An Naziat : 40-41]

Selain itu, hendaklah kita membersihkan jiwa dari kesalahan-kesalahan, baik kesalahan terhadap Allah maupun terhadap sesama manusia. Orang yang mempunyai kesalahan diibaratkan ia sedang menanggung janabah [junub], yaitu hadas besar yang terlebih dahulu ia harus mandi. Adapun ‘mandi’ dari kesalahan adalah bertaubat.

Orang yang mengharapkan ilmu dari Allah, yang mana dengan ilmu itu dapat menyingkap segala yang gaib, haruslah bertaubat dan bertakwa. Orang yang bertakwa tidak mungkin melakukan perbuatan buruk dan rendah. Karena takwa dan perbuatan buruk [maksiat] merupakan dua hal yang bertolak belakang. Mustahil dua hal itu dapat bertemu.

Oleh karena itu, janganlah kita menuruti keinginan-keinginan yang melantur tinggi selangit. Keinginan itu bermuara pada penguasaan harta benda, kenikmatan dan jabatan duniawi. Jika kita mengumbar keinginan yang nilainya rendah tersebut, maka tak mungkin dapat menajamkan mata hati. Jangan berharap dapat menggunakan indra keenam untuk menyingkap perkara gaib.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License

Monday, September 3, 2007

Kisah Seorang Sultan & Seorang Syekh

Suatu hari Sultan Mahmud dari Kerajaan Ghazna di Asia Tengah pergi mengunjungi Syekh Abdul Hasan yang terkenal di Samarkand. Saat utusan Sultan menyampaikan pesan dari
Sultan kepada Syekh untuk keluar menemui sultan, Syekh Abdul Hasan menjawab, "Saya menyesal tidak dapat menemui raja di bumi, karena sangat terpikat melaksanakan perintah Maha Raja Yang Agung yang bertahta di atas langit."

Mendengar laporan utusannya, Sultan berkata, "Berarti kita yang harus menghadapnya."
Sultan datang sendiri ke tempat Syekh dan segera memberi salam kepadanya. Syekh menjawab salam Sultan tapi tidak menoleh atau berkata apapun, tetap diam dalam duduknya. Sultan pun kemudian berkata, "Berilah aku beberapa nasehat."

Syekh berkata, "Bebaskan dirimu dari minuman yang memabukkan, perbanyak shalat di masjid, jadilah dermawan dan sayangilah rakyatmu."
Kemudian Sultan memohon untuk dido'akan. Sultan meletakkan pundi-pundi uang di depan Syekh, tetapi Syekh hanya memberinya sepotong roti gandum yang kasar.

Sultan pun memakannya, tetapi susah ditelan karena kasar dan kering. Syekh segera berkata, "Roti telah menyumbat tenggorokanmu sebagaimana uang yang engkau berikan, akan menyumbat tenggorokanku. Ambil kembali uang ini dan bagikan kepada rakyatmu."


Bagi seorang hamba yang selalu ingin dekat dengan Allah SWT dan hanya mengharapkan kehidupan abadi di akhirat, maka harta dunia hanyalah minuman yang memabukkan yang tidak berarti apa-apa selain menjerumuskan. Berhati-hatilah terhadap harta.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License

.

Kalut Karena Perkara Gaib

Suatu ketika Hasan Bashri datang ke rumah Rabi'ah Al Adawiyyah, menanyakan kesediaannya untuk dijadikan istri. Dalam cerita lain disebutkan bahwa di sana juga hadir Malik bin Dinar dan Tsabit bin Al Banani.

Diajukanlah empat pertanyaan oleh Rabi'ah yang harus dijawab sebagai syarat kesediaannya.

Pertama, "Menurut Tuan, kalau aku meninggal dunia, kematianku membawa ketetapan iman atau tidak ?."
Hasan Bashri menjawab, "Maaf, hal itu termasuk masalah gaib dan tiada yang tahu pasti selain Allah SWT."

Kedua, "Menurut Tuan, kalau aku disemayamkan dalam kubur lalu malaikan Munkar-Nakir menanyaiku, aku mampu menjawabnya atau tidak ?."
Hasan Bashri menjawab, "Maaf, itu juga termasuk masalah gaib."

Ketiga, "Pada saat manusia dihimpun di hari kiamat, aku termasuk yang akan menerima kitab amal dengan tangan kanan atau kiri ?."
Hasan Bashri menjawab, "Maaf, itu juga masalah gaib."

Keempat, "Menurut Tuan, aku termasuk golongan mana saat dipanggil, ahli surga atau ahli neraka ?."
Hasan Bashri menjawab, "Maaf, itu juga masalah gaib, hanya Allah SWT yang tahu."

Selanjutnya Rabi'ah Al Adawiyyah berkata, "Bagi orang yang masih kalut memikirkan empat perkara ini, bagaimana ada kesempatan berumah tangga ?."
Kemudian ia bertanya, "Ya Tuan Hasan, berapa bagiankah Allah menjadikan akal ?."
"Sepuluh, dengan rincian sembilan bagi pria dan satu bagi wanita," jawab Hasan Bashri.
"Lalu berapa bagian Allah menjadikan syahwat [nafsu] ?," tanya Rabi'ah kembali.
"Sepuluh juga, sembilan untuk wanita dan satu untuk pria," jawab Hasan Bashri.

Rabi'ah kemudian berkata,"Ya Tuan, kalau aku hanya dengan satu bagian akal saja mampu mengekang syahwat, tetapi Anda dengan sembilan bagian akal kenapa tidak mampu ?."
Mendengar ini, menangislah Hasan Bashri dan segera memohon ijin untuk pamit.

Hikmah cerita di atas :
Hawa nafsu selalu menghalangi manusia untuk taat kepada Allah SWT. Persiapkan diri untuk bisa memenangkan perang besar yaitu perang melawan hawa nafsu. Segera mohon ampun kepada Allah SWT jika lalai dan khilaf.

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License